Bandung, Jawa Barat Berita Kita – Pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-117 yang berlangsung pada Selasa, 20 Mei 2025, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi menyampaikan pidato berapi-api yang menyoroti pandangan buruk sejumlah elit politik terhadap sistem pembinaan anak-anak melalui barak militer.
Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat, menyuarakan keprihatinan sekaligus ketegasannya dalam forum peringatan nasional tersebut.
Dalam pidatonya, Dedi mengkritik keras kelompok elit politik yang memandang negatif pola pendidikan militer di barak, yang menurutnya justru bisa menjadi solusi membentuk generasi muda Indonesia yang disiplin dan tangguh.
“Semua orang hanya memberikan pengamatan, analisis, kajian, itu adalah metodologi yang dikembangkan bangsa ini. Tetapi tidak ada yang berani mengambil solusi menganggap mereka disebut jalanan, dimasukkan ke barak didik secara militer, diarahkan menjadi anak-anak yang berguna. Kedisiplinan militer adalah harga mati kemajuan bangsa bukan musuh,” tegas Dedi.
Pernyataan ini disampaikan saat peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-117, dalam sebuah forum resmi yang menjadi ajang refleksi bagi perjalanan bangsa.
Menurut Dedi, banyak pihak lebih suka mengkritik tanpa menawarkan solusi konkret. Ia menilai pandangan negatif terhadap pendidikan bergaya militer adalah bentuk ketakutan terhadap kemajuan anak-anak bangsa.
“Pandangan-pandangan buruk terhadap anak-anak yang dibina di barak militer adalah pandangan orang yang takut anak-anak Indonesia bangkit dan takut anak-anak Indonesia mencapai kemajuan, mereka takut bangsa ini menjadi bangsa yang kokoh dan tegap. Justru itulah mereka ingin bangsa ini menjadi bangsa yang pemabuk, yang setiap hari mabuk ilmu pengetahuan, yang setiap hari bertengkar di tivi, yang setiap hari bertengkar di medos,” lanjutnya.
Dedi menawarkan pendekatan pembinaan disiplin sejak dini melalui pola hidup yang teratur, spiritual, dan aktif, seperti bangun Subuh, belajar dengan disiplin, makan dengan tertib, hingga berolahraga dan beribadah bersama.
“Kalau anak-anak dibangunkan jam 4 Subuh dimana letak salahnya? Dan dimana letak pelanggarannya?” ujar Dedi mempertanyakan stigma yang dilekatkan pada model pendidikan disiplin militer. Ia menambahkan,
“Kalau anak-anak disuruh shalat Subuh, mengikuti kuliah Subuh, makan pagi dengan menu sehat, belajar dengan cara menghormati guru, dan sore hari bermain atau berolahraga bersama, lalu mengikuti pengajian, di mana letak kesalahannya?”
Ia juga mengkritik keras sistem pendidikan digital yang dinilai menghilangkan sentuhan emosional dan spiritual antara guru dan murid.
“Hari ini dihilangkan dengan digitalisasi, dengan ruh konsepsi pendidikan dan diganti dengan konsepsi pendidikan digital yang tidak lagi menghubungkan emosional guru dan murid. Akhirnya murid-murid tidak menghormati gurunya, karena guru lupa mengekspresikan nilai-nilai spiritual dari dalam diganti dengan papan belajar digital,” jelasnya.
Dedi menutup pidatonya dengan seruan agar pemegang kekuasaan tidak tinggal diam terhadap kemunduran nilai-nilai kebangsaan dan pendidikan karakter. Ia mengajak semua pihak untuk menjadikan disiplin sebagai kunci membangun masa depan bangsa. ***
Penulis : Rizki
Editor : Rizki