Jakarta, Berita Kita – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong adanya pembaruan dalam sistem peradilan pidana melalui pengaturan lebih tegas dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Salah satu usulan penting yang disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Johanis Tanak adalah kewajiban bagi penyelidik dan penyidik untuk memiliki latar belakang pendidikan minimal strata satu (S-1) di bidang ilmu hukum.
“Penyelidik dan penyidik harus berpendidikan serendah-rendahnya strata satu atau S-1 ilmu hukum sehingga seluruh aparat penegak hukum berlatar belakang pendidikan S-1 ilmu hukum,” ujar Tanak saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (30/5).
Menurut Tanak, kebutuhan akan syarat pendidikan hukum tersebut menjadi penting karena saat ini penyelidik dan penyidik tidak diwajibkan memiliki gelar sarjana hukum, berbeda dengan profesi advokat, jaksa, dan hakim yang telah mengharuskan syarat tersebut.
Usulan lainnya dari KPK adalah penghapusan fungsi penyidik pembantu dalam RUU KUHAP karena dinilai sudah tidak relevan dengan kebutuhan penegakan hukum saat ini. Di samping itu, KPK juga menekankan pentingnya pengaturan yang tegas mengenai tenggang waktu penyidikan dan pemeriksaan di pengadilan, sebagai bentuk kepastian hukum bagi masyarakat pencari keadilan.
“Tenggang waktu penyidikan juga harus diatur dengan jelas dan tegas supaya ada kepastian hukum. Begitu juga halnya tenggang waktu proses pemeriksaan persidangan harus diatur dengan jelas dan tegas agar ada kepastian hukum bagi pencari keadilan,” katanya.
Tidak hanya pada tahap penyidikan dan persidangan, Tanak juga menyoroti pentingnya kejelasan batas waktu dalam proses penuntutan. Ia menilai, seluruh tahapan penanganan perkara perlu dirancang agar lebih transparan dan terukur.
Selain itu, KPK juga menyarankan agar perlindungan terhadap pelapor turut dimuat secara eksplisit dalam rancangan undang-undang tersebut. Perlindungan ini dianggap krusial untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam pelaporan tindak pidana tanpa rasa takut.
Johanis Tanak menekankan bahwa seluruh usulan tersebut muncul karena ketentuan dalam KUHAP yang berlaku saat ini masih merupakan warisan regulasi dari masa orde lama dan sudah tidak lagi memadai mengikuti perkembangan zaman.
“Sekarang ini pada era reformasi, perkembangan dari berbagai aspek kehidupan semakin meningkat. Seiring dengan hal tersebut, sudah saatnya kita mengubah UU KUHAP untuk mengikuti perkembangan zaman saat ini dan ke depan,” jelasnya.
Pembahasan RUU KUHAP saat ini masih berlangsung di Komisi III DPR RI. Pemerintah dan lembaga penegak hukum terus mendorong adanya pembaruan agar sistem hukum nasional semakin responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan tantangan zaman. ***
Editor : Rizki
Sumber Berita: Rilis