Jakarta, Berita Kita – Konflik bersenjata antara Iran dan Israel memasuki babak baru yang lebih berbahaya setelah Iran meluncurkan serangan balasan ke jantung wilayah Israel. Situasi semakin mengkhawatirkan ketika Korea Utara menyatakan komitmen dukungannya terhadap Iran secara terbuka. Pernyataan tersebut memperkuat spekulasi akan terbentuknya poros perlawanan global terhadap aliansi Barat dan sekutunya di Timur Tengah.
Dukungan dari Korea Utara itu diumumkan beberapa saat setelah eskalasi serangan udara Israel menghantam sejumlah fasilitas vital di wilayah Iran. Sejumlah laporan menyebutkan bahwa fasilitas nuklir, gudang rudal balistik, dan kediaman para komandan militer Iran menjadi sasaran utama dalam serangan udara yang dilakukan oleh militer Israel. Salah satu rudal bahkan dilaporkan menembus rumah seorang komandan senior di Teheran, menyebabkan kerusakan besar.
Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei mengecam keras tindakan tersebut dan menyebutnya sebagai bentuk agresi terang-terangan yang tak dapat diterima. Iran pun menjawab dengan meluncurkan ratusan rudal ke wilayah Israel, menyebabkan ledakan beruntun di kota Tel Afif dan Yerusalem. Sistem pertahanan udara Israel terlihat kewalahan menghadapi gempuran rudal tersebut.
Militer Israel mengonfirmasi peluncuran rudal berasal langsung dari wilayah Iran. Beberapa di antaranya berhasil dicegat oleh sistem pertahanan, namun kerusakan tetap terjadi di berbagai titik. Sirene peringatan serangan udara terdengar di beberapa kota besar termasuk Haifa, memicu kepanikan warga dan membuat jalan-jalan dipenuhi kendaraan yang berusaha mengungsi.
Iran menyatakan bahwa serangan yang mereka luncurkan merupakan tanggapan terhadap apa yang mereka sebut sebagai “deklarasi perang” oleh Israel. Serangan awal Israel pada Jumat sebelumnya telah menewaskan sejumlah tokoh militer dan ilmuwan penting Iran, termasuk Kepala Staf Angkatan Bersenjata Mohammad Bagri dan Komandan Garda Revolusi Hosein Salami. Pemerintah Iran segera menunjuk pengganti untuk mengisi posisi strategis tersebut, sementara salah satu penasihat senior dilaporkan dalam kondisi kritis.
Kementerian Pertahanan Israel menyatakan bahwa serangan terhadap tokoh-tokoh penting Iran merupakan bentuk “pesan tegas” bagi siapapun yang berniat menghancurkan eksistensi negara tersebut. Sementara itu, kerusakan yang diakibatkan di kawasan permukiman Teheran memperburuk dampak konflik bagi warga sipil. Media lokal melaporkan kematian perempuan, anak-anak, serta enam ilmuwan nuklir akibat serangan udara tersebut.
Akses transportasi udara menuju dan dari Iran langsung dihentikan. Bandara Internasional Imam Khomeini ditutup, sementara jalan-jalan di Teheran mendadak lengang kecuali di sekitar SPBU yang dipenuhi antrean panjang. Negara-negara sekitar seperti Irak dan Yordania turut menutup wilayah udara mereka, sedangkan maskapai dari negara Teluk membatalkan seluruh penerbangan ke kawasan konflik.
Sebagai respons terhadap situasi genting ini, Dewan Keamanan PBB menerima surat dari Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, yang mendesak intervensi segera terhadap tindakan Israel. Di sisi lain, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengklaim bahwa serangan tersebut bertujuan menekan kemajuan program nuklir Iran, khususnya fasilitas pengayaan bawah tanah di Natanz.
Krisis ini turut berdampak pada ekonomi global. Harga minyak mentah melonjak tajam dan pasar saham dunia mengalami tekanan signifikan. Negara-negara besar pun mulai mengambil langkah mitigasi. Amerika Serikat dilaporkan mulai menarik staf diplomatik dari Timur Tengah. Mantan Presiden Donald Trump memperingatkan potensi konflik besar dan menyatakan bahwa pangkalan militer AS di kawasan bisa menjadi target jika ketegangan meningkat.
Sejarah panjang hubungan Iran dan Korea Utara kembali disorot dalam konteks ini. Kedua negara telah menjalin kerja sama sejak Revolusi Iran 1979. Hubungan mereka diperkuat selama Perang Iran-Irak pada 1980-an, ketika Korea Utara mulai memasok senjata dan teknologi militer ke Iran. Sejak saat itu, kolaborasi teknologi, khususnya di bidang pengembangan rudal balistik dan program nuklir, terus berlanjut dan semakin intensif setelah runtuhnya Uni Soviet.
Data menunjukkan bahwa ilmuwan dari Korea Utara pernah bekerja di fasilitas nuklir Iran, bahkan terlibat dalam pengembangan sistem komputerisasi pertahanan. Beberapa laporan intelijen juga menyebut adanya kerja sama dalam pengembangan hulu ledak nuklir dan sistem peluncuran rudal sejak dekade 1990-an hingga menjelang perjanjian nuklir Iran pada 2015.
Selain bantuan teknologi, Korea Utara diketahui mendukung sekutu Iran seperti Hizbullah di Lebanon dan rezim Basyar Al-Assad di Suriah. Dukungan militer eksplisit Korea Utara dalam konflik Iran-Israel saat ini menjadi sinyal kuat bahwa peta geopolitik global akan semakin memanas, dan ancaman perang terbuka skala luas tidak lagi berada di ranah spekulasi.
Dengan situasi yang terus berkembang, dunia kini menghadapi ketidakpastian besar di kawasan paling rawan konflik, di mana setiap langkah dapat memicu ledakan berskala global. ***
Editor : Rizki
Sumber Berita: https://youtu.be/PRyOuQJo8XQ?si=5rxWfIWV082FF4yL