Jakarta, Berita Kita – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menunjukkan kemampuan kepemimpinan dan kecakapan komunikasi politiknya dalam menyelesaikan sengketa administratif empat pulau di perbatasan Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Keputusan ini menegaskan posisi Indonesia sebagai negara kuat dan terintegrasi secara administratif, serta memperkuat legitimasi pemerintah dalam menjaga keutuhan wilayah.
Empat pulau yang menjadi sengketa—Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek—telah ditetapkan secara resmi masuk dalam wilayah administratif Provinsi Aceh. Keputusan tersebut diambil setelah pengumpulan dokumen historis yang menyebutkan adanya kesepakatan antara mantan Gubernur Aceh Ibrahim Hasan dan mantan Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar.
Presiden Prabowo dalam rapat terbatas virtual menyampaikan apresiasi kepada seluruh tim teknis yang bekerja cepat dan efektif.
“Saya bangga atas kinerja tim yang berhasil menemukan dokumen kunci bersejarah. Ini menjadi bukti penting dalam pengambilan keputusan yang berdasarkan data, bukan opini,” ujar Prabowo.
Langkah ini tidak hanya menyelesaikan konflik administratif secara damai, tetapi juga menjadi representasi dari strategi komunikasi politik modern yang menekankan pada transparansi, sinergi kelembagaan, dan kekuatan narasi tunggal.
Dalam pandangan pakar komunikasi politik asal Inggris, Pippa Norris, gaya kepemimpinan transformasional seperti yang ditunjukkan Prabowo menekankan pentingnya komunikasi untuk membangun kohesi tim serta menyatukan visi nasional melalui apresiasi dan motivasi.
Presiden Prabowo juga menginstruksikan agar dokumen penting tersebut segera diumumkan kepada publik. Pendekatan ini dinilai sejalan dengan teori komunikasi publik terbuka dari Jürgen Habermas yang menyatakan bahwa legitimasi politik dibangun melalui komunikasi yang transparan dan dapat diverifikasi publik.
Dengan langkah ini, Prabowo menghindarkan kemungkinan munculnya spekulasi yang dapat memicu instabilitas. Pendekatan komunikasi yang inklusif dan terbuka telah memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahannya, sekaligus menegaskan bahwa penyelesaian konflik dilakukan dengan mengedepankan prinsip kebangsaan dan hukum.
Dalam konteks media sosial dan dunia digital saat ini, peran komunikasi strategis semakin vital. Hal ini ditegaskan oleh Nielsen dan Ganter dalam The Power of Platforms (2022), yang menyebutkan bahwa pengelolaan persepsi publik melalui platform digital adalah elemen kunci dalam menjaga stabilitas dan kepercayaan.
Presiden Prabowo memadukan otoritas birokrasi (hard power) dan komunikasi persuasif (soft power) untuk menciptakan narasi NKRI yang tunggal di ruang digital. Pendekatan ini sekaligus meredam narasi alternatif yang berpotensi memecah belah persatuan bangsa.
Dalam skala internasional, strategi ini mencerminkan gaya kepemimpinan modern yang juga relevan dengan teori Andrew Chadwick dalam Digital Political Communication (2021), yang menyatakan bahwa transparansi digital adalah kunci legitimasi karena memungkinkan masyarakat memverifikasi fakta secara real-time.
Keberhasilan penyelesaian konflik ini memperkuat posisi Indonesia sebagai negara berdaulat yang mampu menyelesaikan dinamika internal secara konstitusional, dan menegaskan bahwa kepemimpinan Prabowo kini bertransformasi menjadi simbol stabilitas nasional.
Langkah strategis ini juga menunjukkan bahwa Indonesia siap menjaga integritas kawasan maritimnya, khususnya di jalur Selat Malaka yang merupakan salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia. Dengan menekankan silogisme NKRI sebagai “harga mati”, Prabowo memproyeksikan kepemimpinan yang kuat dalam menjaga keseimbangan kekuatan domestik sekaligus memperkuat posisi global Indonesia.
Melalui pengelolaan komunikasi yang berimbang antara kekuasaan birokrasi dan narasi persuasif, Presiden Prabowo membangun konsensus publik yang rasional, serta mempertegas dirinya sebagai pemimpin yang mampu merajut keberagaman menjadi satu visi nasional dalam bingkai NKRI. ***
Editor : Rizki
Sumber Berita: Rilis