Cileungsi Kab. Bogor, BeritaKita — Upaya pengembangan pertanian terpadu terus digencarkan di berbagai daerah. Salah satunya dilakukan oleh Ardillah, operator pertanian di PT Fajar Family Farm (F3) yang mengelola konsep pertanian berbasis simbiosis mutualisme antara tanaman, ternak, dan perikanan di Desa Mampir, Kecamatan Cileungsi.
Ardillah menjelaskan bahwa sistem pertanian terpadu yang dikelolanya menggabungkan berbagai unsur dalam satu ekosistem yang saling menguntungkan. Ia menuturkan bahwa konsep ini terdiri dari tiga pilar utama: pertanian tanaman hortikultura, peternakan unggas, serta perikanan budidaya belut.
“Kami sedang mengembangkan potensi jahe merah dan cabai rawit. Di bawahnya, kami kombinasikan dengan peternakan belut untuk menciptakan ekosistem yang saling mendukung,” ujar Ardillah saat ditemui di lokasi.
Sistem yang digunakan mengedepankan prinsip pemanfaatan ulang bahan organik. Cacing tanah dibudidayakan di bawah kandang ayam dan digunakan sebagai pakan belut, sementara sisa tanah hasil budidaya cacing dimanfaatkan kembali untuk media tanam hortikultura seperti cabai, tomat, dan bawang.
“Cacing tanah kami panen setiap 40 hari. Setelah itu, cacing digunakan sebagai pakan belut, sedangkan tanah bekasnya kami gunakan lagi untuk tanaman. Tidak ada yang terbuang,” jelasnya.
Menurut Ardillah, dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan evaluasi terhadap kolam belut yang telah diisi sekitar lima kilogram bibit belut. Panen direncanakan akan dilakukan dalam kurun waktu tiga hingga enam bulan, tergantung pada daya tumbuh dan hasil evaluasi perkembangan belut.
Di sisi tanaman, lahan yang terbatas tidak menjadi halangan. Ardillah memperbanyak bibit cabai dari tanaman yang tumbuh liar di sekitar rumahnya, yang disebutnya sebagai “cabai perentul domba.” Ia menyebut bahwa bibit tersebut tidak dibeli dari toko pertanian, melainkan dimanfaatkan dari cabai yang tumbuh alami.
“Cabai ini awalnya tumbuh di belakang rumah. Karena hasilnya bagus, kami perbanyak untuk dibudidayakan. Alhamdulillah, bibitnya gratis,” tutur Ardillah dengan senyum.
Tak hanya mengandalkan tanaman dan ternak, Ardillah juga mengelola produksi pupuk organik secara mandiri. Ia memanfaatkan limbah peternakan dan sisa tanaman yang dikomposkan selama 40 hari untuk kemudian digunakan kembali sebagai pupuk tanaman hortikultura.
“Kami buat sendiri pupuk organiknya. Bahannya mudah didapat di lingkungan sekitar, dan tentu saja murah. Kami manfaatkan semua potensi lokal,” tambahnya.
Sistem yang diterapkan ini bertujuan menciptakan kemandirian pangan berbasis desa. Fabrikasi pertanian terpadu yang dikembangkan meliputi kandang ayam kampung di bagian tengah, kolam belut di bagian bawah, serta tanaman hortikultura di bagian sekelilingnya. Dengan pendekatan ini, Ardillah berharap dapat menciptakan ekosistem pertanian berkelanjutan.
“Dengan lahan terbatas, kita bisa hasilkan banyak jenis produk. Semuanya saling menopang. Inilah pertanian terpadu yang kami harap bisa menjadi contoh untuk pengembangan ekonomi lokal,” ungkapnya.
Ardillah menutup keterangannya dengan mengajak masyarakat untuk mendukung upaya pengembangan pertanian mandiri sebagai bagian dari kontribusi dalam menjaga ketahanan pangan nasional.
“Mari bersama-sama dukung pertanian Indonesia. Semoga ini menjadi inspirasi bagi petani muda dan menjadi bagian dari program pemerintah dalam membangun ketahanan pangan bangsa,” pungkasnya.
Liputan ini dipersembahkan oleh Channel Rizki Trainar sebagai wujud kontribusi untuk pertanian berkelanjutan Indonesia. ***
Penulis : Rizki
Sumber Berita: Liputan