Jakarta, BeritaKita–Suasana khidmat dan penuh nuansa spiritual menyelimuti perayaan ulang tahun ke-24 Dewa Fatcukoung yang berlangsung di Klenteng Palace Jakarta, Jalan Seni Budaya Raya No. 12, Pasar Medan, RT 5/5 Jelambar Baru, Jakarta Barat, pada akhir pekan ini.
Ratusan umat Tionghoa dari berbagai penjuru Jakarta hadir untuk mengikuti rangkaian acara yang digelar sebagai bentuk penghormatan terhadap Dewa Fatcukoung. Dewa ini diyakini sebagai simbol keberuntungan, kemakmuran, dan pelindung rezeki oleh para penganutnya.
Ritual keagamaan dipimpin langsung oleh Suhu Wima, seorang pemuka spiritual yang membimbing umat dalam kegiatan ibadah di klenteng tersebut. Ia memimpin jalannya sembahyang, pemberkatan (blessing), hingga ritual pembakaran hio di altar utama, tempat patung Dewa Fatcukoung ditempatkan.
“Sembahyang hari ini adalah bentuk penghormatan dan ucapan syukur atas berkah dan perlindungan yang telah diberikan oleh Dewa Fatcukoung selama ini. Semoga di usia ke-24 ini, energi spiritual Dewa semakin kuat melindungi umat,” ujar Suhu Wima kepada awak media.
Selain kegiatan keagamaan, perayaan ini juga menghadirkan layanan pengobatan alternatif yang terbuka untuk umum. Beberapa tabib tradisional turut hadir memberikan terapi kesehatan seperti totok syaraf, pijat energi, serta ramuan herbal khas Tiongkok kepada umat dan pengunjung.
Menurut penjelasan dari panitia acara, kegiatan pengobatan ini merupakan bagian dari warisan budaya Tionghoa yang menyelaraskan spiritualitas dengan kesehatan fisik.
“Kesehatan rohani dan jasmani sama pentingnya. Itulah mengapa dalam perayaan ulang tahun dewa, kami juga membuka layanan pengobatan alternatif sebagai bentuk pengabdian sosial,” ungkap Hendra, salah satu panitia.
Rangkaian acara dimulai sejak sore hari dengan pembersihan altar serta penyusunan sesaji berupa buah-buahan, bunga, dan lilin. Setelah itu, para umat bergantian melakukan sembahyang dan membakar dupa sambil menyampaikan harapan serta doa mereka.
Keindahan klenteng pun turut memikat perhatian. Ornamen khas Tiongkok seperti lampion merah, kain sutra emas, dan alunan musik tradisional menghadirkan suasana yang sakral dan mempesona. Anak-anak hingga lansia terlihat turut berpartisipasi, menjadikan acara ini tak hanya sebagai seremoni spiritual, namun juga momen budaya yang mempererat komunitas.
Jason, salah satu peserta yang rutin menghadiri perayaan ini, menyampaikan rasa senangnya dapat kembali mengikuti upacara tahunan tersebut.
“Acara ini juga menjadi ajang silaturahmi antarumat dan memperkuat kebersamaan. Apalagi di tengah kehidupan kota yang makin individualis, acara seperti ini mengingatkan kita akan pentingnya tradisi dan nilai kebersamaan,” tuturnya.
Ia juga mengungkapkan harapannya agar tahun ini membawa nasib baik dan berkah bagi dirinya serta keluarga.
Perayaan ini turut dihadiri oleh sejumlah tokoh komunitas, termasuk Suhu Wima, Hendra, Chandra, dan beberapa tokoh masyarakat lainnya. Kehadiran mereka menjadi simbol dukungan dan pelestarian tradisi Tionghoa yang terus dijaga di tengah masyarakat urban Jakarta.
Klenteng Palace Jakarta tak hanya menjadi tempat beribadah, tetapi juga berfungsi sebagai pusat pelestarian nilai-nilai luhur yang menanamkan ajaran harmoni, kebajikan, dan keseimbangan hidup. ***
Editor : Redaksi
Sumber Berita: Rilis