Jakarta,  BeritaKita – Sidang lanjutan Nikita Mirzani di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali mencuri perhatian publik. Kasus yang melibatkan artis kontroversial ini semakin rumit dengan dugaan kriminalisasi yang dialami oleh Mirzani, serta ketegangan yang terjadi di ruang persidangan. Di tengah suasana yang semakin memanas, Nikita meluapkan kekecewaannya terhadap proses hukum yang dijalaninya.

Sejak awal, Nikita yang merupakan ibu dari tiga anak ini mengaku merasa diperlakukan tidak adil. Aksi emosionalnya terlihat jelas saat dia menolak mengenakan rompi tahanan dan mengungkapkan kekecewaannya terhadap hakim yang menolak memutar rekaman yang dianggapnya penting untuk membuktikan ketidakadilan yang terjadi. Mirzani bahkan menganggap dirinya telah dikriminalisasi, sebuah klaim yang disuarakannya berkali-kali dalam persidangan.

Di sisi lain, pihak jaksa penuntut umum tampak tegas dalam mengikuti jalannya sidang. Namun, persidangan ini tak luput dari sorotan tajam anggota dewan dan para pemerhati hukum. Salah satu hal yang menjadi titik kontroversi adalah dugaan rekayasa hukum yang melibatkan percakapan antara jaksa, hakim, dan pihak Reza Gladis, seorang pengusaha skincare yang menjadi pelapor dalam kasus ini. Nikita menyebutkan adanya bukti rekaman yang bisa mengungkapkan skenario yang lebih besar di balik kasus yang menimpanya.

Menurut Nikita, rekaman tersebut memuat percakapan yang diduga memperlihatkan adanya kolusi antara jaksa, hakim, dan keluarga Reza Gladis. Menanggapi tuduhan ini, pihak Reza Gladis, melalui kuasa hukumnya, dengan tegas membantah adanya suap-menyuap dalam proses hukum yang tengah berlangsung. Mereka menegaskan bahwa tuduhan tersebut belum terbukti dan meminta agar pihak yang merasa dirugikan melaporkan hal tersebut ke pihak berwenang.

“Saya ingin keadilan ditegakkan. Jangan biarkan kriminalisasi terjadi kepada siapa pun, termasuk saya. Saya hanya ingin diperlakukan dengan adil,” ujar Nikita Mirzani dalam persidangan.

Dalam sidang kali ini juga terungkap bahwa produk skincare milik Reza Gladis yang dipersoalkan dalam kasus ini tidak terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yang membuat produk tersebut ilegal menurut regulasi yang berlaku. Menurut pihak Nikita, hal ini menjadi salah satu alasan mengapa produk tersebut layak untuk dipertanyakan, namun kasus ini justru berkembang menjadi tuduhan pemerasan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Menanggapi hal ini, Badan POM melalui pihak berwenangnya menegaskan bahwa mereka akan tetap bertindak sesuai dengan aturan yang ada dan tidak memihak kepada siapapun. Mereka memastikan bahwa jika ada temuan pelanggaran terhadap regulasi BPOM, pihaknya akan mengambil langkah sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Sementara itu, Nikita Mirzani, yang selama ini berada dalam tahanan, mengungkapkan kekhawatirannya akan dampak dari kasus ini terhadap kehidupannya. “Saya sudah lima bulan ditahan, saya tidak bisa merawat anak-anak saya. Saya hanya minta penangguhan tahanan agar bisa kembali ke rumah,” ujar Nikita, meneteskan air mata.

Keputusan untuk menunda atau melanjutkan persidangan masih menunggu perkembangan lebih lanjut, namun yang jelas, kontroversi mengenai keadilan hukum dalam kasus ini semakin memanas. Tak sedikit yang merasa ragu terhadap proses hukum yang berlangsung dan menuntut adanya pemeriksaan yang lebih mendalam terhadap bukti-bukti yang ada.

“Ini harus dibuktikan, rekaman itu harus diverifikasi. Apakah itu benar adanya atau hanya rekayasa,” kata salah satu pengamat hukum yang enggan disebutkan namanya.

Proses hukum kasus Nikita Mirzani ini menyisakan banyak pertanyaan. Akankah keadilan benar-benar tercapai, ataukah kasus ini hanya menjadi alat untuk mengatur opini publik dan kepentingan pihak tertentu? Waktu yang akan menjawab.

Kutipan langsung:

“Saya ingin keadilan ditegakkan. Jangan biarkan kriminalisasi terjadi kepada siapa pun, termasuk saya. Saya hanya ingin diperlakukan dengan adil,” ujar Nikita Mirzani.

“Rekaman itu harus diverifikasi. Apakah itu benar adanya atau hanya rekayasa,” ujar seorang pengamat hukum yang tidak mau disebutkan namanya.   ***

Editor : Redaksi