Amerika Serikat, BeritaKita—Sejumlah aktivis melakukan aksi protes keras baru-baru ini di luar ruang sidang urusan luar negeri yang berlangsung seputar proses nominasi pejabat, dengan tuntutan yang tegas terhadap kebijakan luar negeri yang dinilai mereka berkontribusi pada krisis kemanusiaan di Palestina.
Mereka menggambarkan diri sebagai saksi dan pelapor, menuduh adanya pola kekerasan yang menurut mereka memenuhi unsur genosida, dan menuntut pengakuan serta penghentian dukungan finansial yang dinilai memperparah penderitaan warga sipil.
Dalam orasinya para pengunjuk rasa menuduh peran penting lembaga dan pejabat tertentu dalam rantai pendanaan dan keputusan militer yang berdampak langsung pada populasi sipil, terutama anak-anak dan perempuan.
Menurut mereka, dana dan persetujuan politik dari lembaga-lembaga di Amerika Serikat memungkinkan eskalasi serangan yang menyebabkan kelaparan, pengungsian massal, dan pembunuhan warga sipil.
Aksi itu berlangsung saat proses pemeriksaan nominasi yang sedang ramai diperbincangkan, sehingga pengunjuk rasa memilih momen tersebut untuk menyorot dugaan keterlibatan politik dalam kebijakan luar negeri yang kontroversial.
Mereka menegaskan bahwa diamnya publik dan wakil rakyat sama artinya dengan ikut terlibat, sehingga seruan mereka ditujukan bukan hanya kepada pemerintah tetapi juga kepada warga negara yang dianggap memiliki tanggung jawab moral.
Di antara tuntutan yang diangkat, ada permintaan konkret untuk menghentikan pengiriman munisi dan dana militer yang, menurut pengunjuk rasa, secara langsung dipakai dalam operasi yang menelan korban sipil.
Kelompok aktivis juga menyoroti penahanan terhadap beberapa peserta aksi, yang mereka sebut sebagai upaya pembungkaman suara yang menentang kebijakan luar negeri tertentu.
Para peserta protes secara berulang menyerukan penghentian bom dan kekerasan, menuntut langkah-langkah yang lebih manusiawi serta perlindungan bagi anak-anak dan perempuan yang menjadi korban paling rentan.
Dalam pernyataan langsung yang disampaikan di lokasi, seorang orator menyatakan: “Hentikan bomnya, hentikan pembantaian terhadap anak-anak, dan hentikan dukungan politik yang memungkinkan tragedi ini.”
Mereka juga menegaskan rasa malu dan kekecewaan terhadap pejabat yang, menurut mereka, masih melanjutkan dukungan politik padahal dampaknya terhadap penduduk sipil sudah terlihat nyata.
Aktivis menilai bahwa sanksi moral harus diberikan kepada pihak-pihak yang tetap membiayai operasi militer tanpa menjamin keselamatan warga sipil dan akses kemanusiaan yang memadai.
Pada saat yang sama, mereka mengimbau agar proses demokrasi digunakan untuk mengevaluasi kembali kebijakan luar negeri yang diduga memperparah krisis kemanusiaan, serta meminta transparansi penuh dalam aliran dana dan peralatan militer.
Kepolisian yang berjaga di lokasi bereaksi terhadap gangguan sidang dengan menahan beberapa pengunjuk rasa; kelompok advokasi menilai tindakan itu sebagai langkah berlebih yang menghalangi kebebasan berekspresi damai.
Pengunjuk rasa menekankan bahwa tujuan utama aksi adalah memaksa pembuat kebijakan mempertimbangkan dampak kemanusiaan dari setiap keputusan politik dan anggaran yang disahkan.
Mereka menuturkan bahwa liputan media dan keheningan publik turut membentuk iklim di mana pelanggaran dapat berlanjut tanpa pertanggungjawaban, sehingga aksi publik menjadi sarana untuk memicu perhatian dan perubahan.
Dalam rangka menekan perubahan, para aktivis menyerukan agar warga sipil mengontak wakil rakyatnya, menuntut audit kebijakan luar negeri, dan menuntut jaminan pengiriman bantuan kemanusiaan tanpa hambatan.
Aksi ini, menurut kelompok penyelenggara, adalah bagian dari rangkaian protes berkelanjutan yang berfokus pada akuntabilitas, perlindungan nyawa sipil, serta pencegahan kekerasan massal di masa depan.
Mereka menutup rangkaian orasi dengan pernyataan yang menegaskan komitmen untuk terus berjuang melalui demonstrasi damai, kampanye informasi, dan upaya hukum demi menghentikan apa yang mereka sebut sebagai praktik kebijakan yang merugikan warga sipil.
Pesan akhir yang disampaikan adalah seruan agar seluruh elemen masyarakat dan institusi negara mengambil langkah konkret untuk memastikan kebijakan luar negeri memprioritaskan keselamatan dan martabat manusia, serta untuk membuka ruang akuntabilitas atas setiap tindakan yang menimbulkan korban sipil. ***
Editor : Redaksi
Sumber Berita: https://vt.tiktok.com/ZSDPS42hJ/