Kota Bekasi, BeritaKita — Dalam suasana hangat acara Kopdar POTADS (Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome) yang digelar di Kantor DPP AsMEN, Jalan Puncak Cikunir No. 14, Jakasampurna, Bekasi Barat, Dudung AsMEN selaku pimpinan ketua DPD AsMEN Kabupaten Bekasi, menyampaikan pandangannya tentang cara mendampingi anak-anak dengan kebutuhan khusus. Pada Sabtu, 4 Oktober 2025.
Acara tersebut dihadiri puluhan orang tua, pendidik, dan relawan yang peduli terhadap perkembangan anak dengan Down Syndrome. Mereka berkumpul untuk berbagi pengalaman, memberi dukungan moral, dan memperkuat solidaritas antar keluarga.
Dudung menilai, bahwa anak-anak dengan Down Syndrome harus diperlakukan dengan pendekatan yang lembut, menyenangkan, dan penuh kasih. Menurutnya, memberikan beban berpikir di luar kemampuan mereka hanya akan membuat anak merasa terbebani dan kehilangan semangat.
“Jangan beri mereka pertanyaan atau tugas yang tidak sesuai kemampuan. Anak-anak ini perlu ruang untuk bahagia, tertawa, dan berinteraksi dengan teman-temannya,” ujar Dudung dengan nada tulus.
Ia menambahkan, dunia anak-anak dengan Down Syndrome harus diwarnai dengan keceriaan. Mereka lebih mudah memahami pelajaran ketika suasananya menyenangkan dan tidak kaku.
“Yang penting mereka senang dulu. Kalau sudah senang, mereka akan belajar dengan caranya sendiri,” tambahnya.
Dalam kegiatan Kopdar POTADS itu, anak-anak tampak menikmati berbagai permainan interaktif yang disiapkan oleh panitia. Mereka bernyanyi, menari, dan saling bercanda satu sama lain. Suasana penuh kehangatan itu menjadi bukti nyata bahwa kebahagiaan bisa menjadi terapi paling efektif.
Dudung menegaskan bahwa setiap kegiatan yang digelar harus disesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak. Ia menjelaskan bahwa anak-anak Down Syndrome tidak bisa disamakan dengan anak pada umumnya dalam hal kecepatan berpikir atau fokus belajar.
“Mereka butuh waktu lebih lama untuk memahami sesuatu. Tapi kalau kita sabar dan konsisten, hasilnya luar biasa,” tuturnya dengan yakin.
Ia juga menyampaikan pandangan menarik tentang pentingnya keseimbangan antara pembelajaran dan permainan. Menurutnya, bermain bukan sekadar hiburan, tetapi juga bagian penting dari proses pendidikan.
“Bermain itu belajar, hanya bentuknya berbeda. Lewat bermain mereka belajar mengenali emosi, memahami aturan, dan berinteraksi sosial,” jelas Dudung.
Dalam kesempatan itu, Dudung sempat menggunakan analogi unik tentang “peredaran bahan bakar dan lilin”. Ia menyebut bahwa semangat anak-anak ibarat bahan bakar yang harus dijaga agar tidak habis, sementara guru dan orang tua adalah lilin yang memberi penerangan.
“Kalau lilin padam, bahan bakarnya tidak bisa menyala. Begitu juga kalau semangat anak hilang, ia akan berhenti berkembang,” katanya.
Ia menambahkan, anak-anak Down Syndrome perlu bimbingan yang konsisten dan kasih sayang tanpa batas. Hanya dengan pendekatan hati, mereka bisa tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan percaya diri.
Kegiatan Kopdar POTADS kali ini juga menjadi ajang refleksi bagi para orang tua. Mereka belajar untuk lebih sabar dan memahami karakter anak masing-masing, bukan memaksakan standar umum.
Menurut Dudung, kebahagiaan dan kesejahteraan anak harus menjadi tujuan utama dari setiap kebijakan dan kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan maupun sosial.
“Kesejahteraan itu bukan soal materi, tapi soal ketenangan batin. Kalau anak merasa dicintai dan diterima, itu sudah bentuk kesejahteraan,” ucapnya.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya dukungan pemerintah terhadap kegiatan seperti ini. Menurutnya, kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan komunitas adalah kunci keberhasilan program pembinaan anak berkebutuhan khusus.
“Kalau semua pihak saling peduli, maka tidak ada anak yang tertinggal,” ujar Dudung optimistis.
Acara Kopdar POTADS berakhir dengan suasana penuh haru dan kebersamaan. Para orang tua saling berpelukan, sementara anak-anak tertawa riang menikmati permainan yang telah disiapkan.
Bagi Dudung, hari itu menjadi pengingat bahwa cinta dan kebahagiaan adalah bentuk pembelajaran paling murni bagi setiap anak, terutama bagi mereka yang terlahir dengan keistimewaan.
“Selama mereka bisa tersenyum, berarti kita sudah berhasil menjaga cahaya itu tetap menyala,” tutup Dudung dengan senyum lembut. ***
Penulis : Rizki