Jakarta, BeritaKita—-Sudah empat tahun lamanya tiga mantan pekerja salon di kawasan elit Kemang, Jakarta Selatan, menunggu keadilan yang belum juga tiba. Mereka adalah Sri Wahyuni, Wiwik Widyawati, dan Casrini tiga perempuan pekerja yang diberhentikan tanpa menerima hak-hak normatif sebagai karyawan. Kamis, 16 Oktober 2025.
Perjuangan panjang mereka dimulai sejak tahun 2021, ketika ketiganya menggugat pihak salon tempat mereka bekerja karena tidak mendapatkan pesangon dan hak lainnya setelah diberhentikan secara sepihak.
Meski telah melalui proses hukum yang panjang dan melelahkan, hingga kini hak-hak mereka masih belum juga direalisasikan oleh pihak pengusaha. Padahal, seluruh proses hukum telah mereka menangkan hingga tingkat Mahkamah Agung.
Kuasa hukum ketiga pekerja tersebut, dari Handy S.H., M.H., & Partner Law Office, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan berhenti memperjuangkan keadilan bagi para kliennya.
“Klien kami adalah para pencari keadilan yang pernah bekerja di sebuah salon di kawasan elit Kemang, Jakarta Selatan. Namun sampai saat ini, sudah berjalan empat tahun, hak-hak mereka belum juga diberikan,” ujar Handy S.H., M.H., selaku kuasa hukum.
Kasus ini bermula di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta Pusat melalui perkara nomor 306 yang diputus pada 6 Desember 2021. Dalam putusan tersebut, majelis hakim memenangkan pihak pekerja dan mewajibkan pengusaha membayar hak-hak yang belum diberikan.
Namun, pengusaha tidak menerima putusan tersebut dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Proses hukum pun berlanjut ke tingkat tertinggi di sistem peradilan Indonesia.
Mahkamah Agung kemudian menolak permohonan kasasi yang diajukan pengusaha. Putusan tersebut tertuang dalam nomor perkara 1147 K/PDT.SUS-PHI/2022, yang sekaligus menguatkan kemenangan pihak pekerja.
Dengan demikian, putusan Mahkamah Agung itu bersifat inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Artinya, tidak ada lagi upaya hukum yang bisa diajukan oleh pihak pengusaha.
“Alhamdulillah, klien kami telah memenangkan upaya hukum di semua tingkatan, baik di Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta Pusat maupun di Mahkamah Agung,” jelas Handy.
Ia menambahkan, putusan Mahkamah Agung tersebut dengan tegas menolak permohonan kasasi dari pihak pengusaha salon dan menguatkan seluruh isi putusan sebelumnya.
Meski demikian, hingga kini keputusan hukum yang sudah inkrah itu belum juga dijalankan oleh pihak salon. Tiga pekerja tersebut masih menunggu pembayaran hak-hak mereka yang telah ditetapkan oleh pengadilan.
Usia yang semakin menua membuat perjuangan ini terasa semakin berat bagi mereka. Sri Wahyuni kini berusia 62 tahun, Wiwik Widyawati 53 tahun, dan Casrini 51 tahun.
Uang hasil keputusan pengadilan itu sejatinya ingin mereka gunakan sebagai modal usaha di masa tua, agar tetap bisa bertahan hidup dengan mandiri.
“Klien kami merupakan tulang punggung keluarga. Usianya sudah tidak muda lagi. Hak-hak mereka itu akan dipergunakan untuk modal usaha demi menyambung kehidupan di masa mendatang,” tutur Handy.
Sementara itu, Wiwik Widyawati, salah satu dari tiga pekerja yang masih menunggu realisasi haknya, turut menyampaikan suaranya agar pihak pengusaha segera menunaikan kewajiban.
“Saya bekerja di salon daerah Kemang. Sampai saat ini, kami belum mendapatkan hak kami berdasarkan keputusan dari Mahkamah Agung,” ungkap Wiwik dengan nada haru.
Bagi Wiwik dan rekan-rekannya, perjuangan ini bukan semata soal uang. Lebih dari itu, mereka menuntut agar keadilan benar-benar ditegakkan tanpa pandang bulu.
Mereka berharap pemerintah maupun aparat terkait dapat membantu memastikan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah inkrah tersebut.
Kasus ini menjadi potret nyata bahwa perjuangan para pekerja di Indonesia tidak selalu berakhir di ruang sidang.
Keadilan sejati baru benar-benar dirasakan ketika putusan hukum dijalankan secara nyata, bukan hanya berhenti di atas kertas.
Kini, tiga perempuan pekerja itu masih menunggu harapan yang sama agar hak mereka yang sudah dimenangkan di pengadilan segera diberikan, sebagai wujud nyata penghormatan terhadap hukum dan martabat pekerja. ***
Editor : Redaksi