Kabupaten Karawang, BeritaKita — Ketegangan di Kabupaten Karawang terus meningkat setelah insiden panas dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi IV DPRD Karawang yang melibatkan Kepala Dinas Kesehatan setempat. Peristiwa itu kini berujung pada langkah tegas dari sejumlah organisasi masyarakat dan profesi yang menilai pejabat tersebut telah mencoreng etika pelayanan publik.
Langkah pertama datang dari DPD Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (Akpersi) Jawa Barat yang secara resmi melayangkan surat Mosi Tidak Percaya terhadap Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang. Surat bernomor 014/MOSI/DPD-AKPERSI/JBR/X/2025 itu ditujukan langsung kepada Bupati Karawang, H. Aep Saepuloh, S.E.
Dalam mosi tersebut, Akpersi menyoroti sikap arogan Kepala Dinas Kesehatan yang dinilai tidak pantas ditunjukkan dalam forum resmi bersama DPRD dan publik. Mereka menilai, tindakan tersebut tidak hanya mencederai etika birokrasi, tetapi juga menunjukkan lemahnya komitmen terhadap prinsip pelayanan publik.
Selain itu, Akpersi juga menyoroti kegagalan Kepala Dinas Kesehatan dalam menghadirkan dokumen audit resmi atas dugaan malpraktik di RS Hastein Rengasdengklok. Padahal, sebelumnya, pihak dinas menyatakan bahwa hasil audit tersebut sudah final dan siap disampaikan.
Akpersi menilai sikap tertutup tersebut melanggar transparansi yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, serta Kode Etik Aparatur Sipil Negara.
Ketua DPD Akpersi Jawa Barat, Ahmad Syarifudin, C.BJ., C.EJ., menegaskan bahwa mosi yang dilayangkan bukanlah bentuk kritik biasa. Menurutnya, langkah tersebut merupakan ultimatum resmi dari lembaga yang menaungi para profesional media dan penggiat publik di Jawa Barat.
Ahmad menyatakan, pihaknya sudah cukup bersabar menghadapi arogansi pejabat publik yang tidak menghargai fungsi kontrol masyarakat. Ia menilai, tindakan Kepala Dinas Kesehatan telah mempermalukan dirinya sendiri di hadapan publik dan mencoreng wibawa institusi kesehatan daerah.
“Ini bukan sekadar kritik, tapi ultimatum resmi. Kepala Dinas Kesehatan Karawang sudah mempermalukan dirinya sendiri di hadapan publik,” tegas Ahmad. Ia juga menambahkan bahwa Akpersi akan mendorong penegakan disiplin ASN hingga ke tingkat Kementerian Kesehatan RI.
Dalam isi suratnya, Akpersi menyampaikan tiga tuntutan utama. Pertama, agar Bupati Karawang segera menonaktifkan Kepala Dinas Kesehatan dan melakukan evaluasi total terhadap jajarannya. Kedua, meminta klarifikasi tertulis dalam waktu 14 hari disertai penyerahan dokumen audit investigasi medis kepada DPRD serta masyarakat.
Ketiga, jika dalam dua minggu tidak ada langkah nyata, Akpersi akan melaporkan kasus tersebut ke Komisi ASN, Ombudsman RI, dan Kementerian Kesehatan RI. Langkah ini dinilai sah secara kelembagaan dan merupakan bagian dari upaya menegakkan prinsip keterbukaan informasi publik.
Sementara itu, dukungan terhadap Akpersi datang dari Aliansi Masyarakat Penegak Supremasi Hukum (AMPUH). Organisasi tersebut menyatakan sikap tegas dengan mendukung penuh langkah Akpersi dan mendesak agar Kepala Dinas Kesehatan Karawang segera dicopot dari jabatannya.
Koordinator Wilayah AMPUH Jawa Barat, Nendi, menilai bahwa pejabat publik tidak seharusnya menunjukkan sikap arogan di hadapan masyarakat. Ia menegaskan, seorang pemimpin di sektor kesehatan semestinya rendah hati dan terbuka terhadap kritik demi perbaikan pelayanan.
“Kami dari AMPUH menilai Kepala Dinas Kesehatan Karawang sudah melampaui batas etika birokrasi. Ia bukan hanya arogan, tapi juga menutup diri dari kontrol publik,” ungkap Nendi dengan nada tajam.
Nendi menilai pejabat seperti itu tidak layak duduk di jabatan publik, apalagi di sektor vital seperti kesehatan. Menurutnya, jabatan publik adalah amanah rakyat, bukan panggung kekuasaan pribadi.
“Kalau merasa diri raja kecil, lebih baik turun dari jabatannya sebelum rakyat yang menurunkan,” ujarnya tegas. Pernyataan itu menjadi sinyal kuat bahwa tekanan publik terhadap pejabat terkait semakin besar.
Nendi juga memperingatkan agar Bupati Karawang maupun Gubernur Jawa Barat tidak menyepelekan aspirasi masyarakat. Ia menyatakan, AMPUH siap turun ke jalan apabila dalam dua pekan tidak ada langkah konkret yang diambil pemerintah daerah.
“Jangan uji kesabaran publik. Kami tidak akan membiarkan arogansi menjadi budaya baru di pemerintahan daerah,” tambahnya. Menurutnya, gerakan masyarakat sipil harus menjadi pengawal integritas pejabat publik agar roda pemerintahan tetap berjalan sesuai amanah rakyat.
Surat Mosi Tidak Percaya tersebut juga ditembuskan kepada Ketua Umum DPP Akpersi, Gubernur Jawa Barat, Menteri Kesehatan RI, dan Ketua DPRD Kabupaten Karawang. Langkah ini menandai bahwa isu tersebut telah naik ke tingkat provinsi dan nasional.
Kolaborasi antara AMPUH dan Akpersi Jabar menunjukkan satu tekad yang sama: menegakkan etika dan akuntabilitas di tubuh pemerintahan daerah. Keduanya berkomitmen untuk tidak mundur sebelum ada kejelasan dan tindakan nyata terhadap dugaan pelanggaran tersebut.
“Jabatan publik bukan tempat menumpuk kuasa,” tegas Nendi. Ia menambahkan bahwa rakyat tidak boleh takut bersuara ketika pejabat publik menunjukkan sikap yang bertentangan dengan nilai-nilai pelayanan.
Perkembangan kasus ini akan menjadi ujian bagi Bupati Karawang dan Gubernur Jawa Barat dalam menunjukkan komitmen terhadap reformasi birokrasi yang berintegritas. Publik kini menunggu, apakah langkah tegas akan diambil, atau justru membiarkan arogansi menggerogoti kepercayaan masyarakat. ***
Penulis : Nesin Sasmita