Jakarta, BeritaKita—Sejak kecil, kita selalu diajarkan satu hal sederhana tentang bertani: tanah harus dicangkul agar gembur dan subur. Orang tua, guru pertanian, bahkan penyuluh lapangan selalu berkata, Jumat, (31/10).
“Kalau nggak dicangkul, tanahnya keras. Tanaman nggak bisa tumbuh.”
Namun, siapa sangka, anggapan itu kini mulai dipertanyakan. Seorang pria asal Inggris, Charles Dowding, membuktikan bahwa mencangkul justru bisa menjadi kesalahan besar dalam bercocok tanam.
Dari Kampus Cambridge ke Kebun Sayur
Charles Dowding bukan petani biasa. Lahir di Somerset, Inggris, pada tahun 1957, ia menempuh pendidikan di Eton College dan melanjutkan kuliah di Cambridge University jurusan Matematika.
Bukannya mengejar karier di dunia akademik atau bisnis, Dowding memilih jalan yang tak biasa: menjadi petani. Namun lebih dari sekadar bertani, ia bertekad mengubah cara manusia memperlakukan tanah.
Lahirnya Revolusi “No-Dig”
Pada tahun 1980-an, ketika hampir semua petani sibuk mencangkul, membajak, dan mengolah tanah dengan traktor, Charles justru melakukan hal yang berlawanan. Ia berhenti mencangkul.
Metode yang kemudian dikenal dengan istilah No-Dig Gardening atau berkebun tanpa olah tanah ini lahir dari pemahaman bahwa tanah adalah ekosistem hidup.
Menurut Charles, di dalam tanah terdapat miliaran mikroba, jamur, dan cacing yang bekerja menjaga kesuburan alami. Saat tanah dibalik atau dicangkul, ekosistem itu rusak. Mikroba yang seharusnya hidup di permukaan terkubur, sementara organisme yang butuh kedalaman malah terekspos.
Solusinya sederhana: biarkan tanah bekerja sendiri, sementara manusia cukup menambahkan kompos di permukaan tanah sebagai “makanan alami.”
Homeacres: Kebun Kecil, Panen Melimpah
Eksperimen ini bukan sekadar teori. Di kebun miliknya yang bernama Homeacres di Somerset, seluas hanya 0,25 hektare, Charles berhasil memproduksi hasil panen yang menakjubkan: sekitar 20 ton sayuran segar per tahun.
Setiap minggu, di puncak musim tanam, ia bisa memanen hingga 300 kilogram sayuran, semuanya tanpa cangkul, tanpa traktor, tanpa pupuk kimia, dan tanpa pestisida.
Hasil ini membuat banyak petani terkejut. Bagaimana mungkin lahan sekecil itu menghasilkan panen sebesar itu dengan tenaga dan biaya yang jauh lebih ringan?
Kontroversi yang Mengguncang Dunia Pertanian
Metode Dowding memunculkan pertanyaan besar: Apakah selama ini kita salah mengolah tanah?
Selama puluhan tahun, petani didorong menggunakan pupuk dan alat berat demi “menyuburkan” tanah. Padahal, faktanya, tanah semakin lama justru makin miskin dan bergantung pada bahan kimia.
Metode No-Dig menawarkan jalan keluar: panen lebih banyak, biaya lebih kecil, dan lingkungan lebih sehat. Namun, mengubah kebiasaan global tentu tidak mudah terlebih ketika ada industri besar yang menggantungkan keuntungan pada penjualan pupuk, pestisida, dan alat berat.
Lebih dari Sekadar Panen
Kini, Charles Dowding bukan hanya petani, tetapi juga guru dunia. Ia menulis lebih dari 10 buku, mengajar ribuan orang, dan kanal YouTube-nya ditonton jutaan kali. Dalam setiap eksperimennya, ia membandingkan dua lahan: satu dicangkul, satu tidak.
Hasilnya selalu sama—tanah yang tidak dicangkul lebih subur dan lebih produktif.
“Kalau kamu merawat tanah dengan lembut, tanah akan membalas dengan kelimpahan,” ujar Charles dalam salah satu videonya.
Metode ini kini mulai diikuti oleh petani dan keluarga di berbagai negara, termasuk Indonesia. Karena ternyata, revolusi pertanian tidak selalu dimulai dari mesin besar kadang cukup dari keyakinan bahwa alam tahu cara terbaik untuk memulihkan dirinya sendiri. ***
Penulis : Dadan