Jakarta, BeritaKita – Presiden Joko Widodo disebut-sebut tengah memasuki babak akhir dari karier politiknya setelah sejumlah peristiwa politik dan hukum yang merugikan posisinya. Narasi tentang kemunduran Jokowi mencuat setelah berbagai sekutu politik yang dahulu mendukungnya mulai menjauh dan sejumlah tokoh di lingkaran dalamnya terseret kasus hukum.
Rinny Budoyo, reporter sekaligus narasumber, menyebut bahwa situasi yang menimpa Presiden Jokowi kini menyerupai “takdir yang tak terhindarkan.” Ia menggambarkan perubahan drastis dalam dinamika politik nasional sebagai pertanda bahwa kekuasaan Presiden ketujuh Indonesia tersebut mulai meredup.
“Semuanya sudah tampak di depan mata kita. Kita tahu hal ini bakal datang. Kita tahu Pak Jokowi enggak mungkin menghindari takdirnya,” ujar Rinny dalam laporannya.
Kondisi ini diperparah dengan menurunnya kesehatan Presiden Jokowi yang dikabarkan mengalami penyakit kulit parah. Situasi tersebut disebut muncul bersamaan dengan memburuknya posisi politik keluarganya. Putra bungsunya, Gibran Rakabuming Raka, tengah dihadapkan pada desakan pemakzulan dan tuduhan ijazah palsu, sementara menantunya, Bobby Nasution, dibayangi kasus korupsi di Sumatera Utara.
Dari sisi kekuasaan, perlahan namun pasti, Presiden Prabowo Subianto mulai mengambil alih kendali atas lembaga-lembaga strategis yang sebelumnya berada di bawah pengaruh Presiden Jokowi. Pertemuan diam-diam Prabowo dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri disebut sebagai titik balik arah politik nasional.
Setelah pertemuan tersebut, sejumlah posisi penting yang sebelumnya dipegang oleh orang-orang dekat Jokowi mulai digantikan. Posisi Menteri BUMN Erick Thohir, juru bicara Hasan Nasbi, hingga Menteri Budi Arie terkena imbas perombakan kekuasaan. Kasus hukum pun menimpa nama-nama seperti Bahlil Lahadalia hingga Tito Karnavian. Kejaksaan Agung bahkan mendapat pengamanan langsung dari institusi militer, yang memperkuat aroma militerisasi dalam pemerintahan.
Menurut laporan, tentara kini mulai masuk ke berbagai posisi sipil strategis, termasuk perpajakan dan bea cukai. Di saat bersamaan, lembaga penegak hukum seperti KPK dan kepolisian mulai menunjukkan sikap yang tak lagi berpihak kepada Jokowi.
Kapolri Listyo Sigit Prabowo, yang selama ini dikenal loyal kepada Presiden Jokowi, bahkan menunjukkan gestur penghormatan kepada Megawati Soekarnoputri dalam sebuah acara, mencium tangannya sebagai simbol pengalihan dukungan politik.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut bergerak cepat dengan menangkap tangan orang dekat Bobby Nasution dalam kasus korupsi proyek infrastruktur bernilai lebih dari Rp200 miliar. Langkah ini mempertegas bahwa kekuasaan yang dulu tak tergoyahkan kini mulai retak dari dalam.
Rinny Budoyo menambahkan bahwa dinamika politik saat ini menandai betapa sendirian Presiden Jokowi menghadapi badai. Ia menilai bahwa sudah saatnya tokoh-tokoh yang dulu tulus mendukung Jokowi kembali hadir untuk membimbingnya keluar dari dunia politik dengan bermartabat.
“Mereka harus membantu Pak Jokowi buat bisa berhenti, buat bisa pensiun dengan bijaksana, buat tidak cawe-cawe lagi di urusan politik,” tegas Rinny.
Perubahan yang cepat dan terkesan senyap ini dinilai sebagai proses alami dari sebuah transisi kekuasaan. Kini, banyak kalangan menganggap masa keemasan Presiden Jokowi telah berada di ujung jalan. Narasi spiritual bahkan mengaitkan kondisi kesehatannya yang memburuk dengan perjalanannya ke Vatikan—sebuah simbol keheningan yang membawa pesan mendalam bagi akhir kekuasaan.
Di tengah badai ini, suara publik dan elite politik makin gencar mendorong agar Presiden Jokowi benar-benar menutup lembaran kekuasaannya dengan cara yang terhormat dan bertanggung jawab demi kestabilan bangsa. ***
Editor : Rizki
Sumber Berita: https://youtu.be/UM3euBt6wcA?si=vTpaqXVpdTEXYbzg