Jakarta, BeritaKita — Amerika Serikat tengah menghadapi masa sulit pada 2025 dengan deretan bencana alam yang terjadi hampir tanpa jeda. Di tengah kepemimpinan Presiden Donald Trump yang baru berjalan belum genap satu tahun pada periode keduanya, sejumlah bencana seperti badai, kebakaran hutan, banjir, dan tornado melanda berbagai wilayah negara tersebut.
Bencana terbaru terjadi di negara bagian Texas, tepatnya di wilayah Texas Hill Country. Hujan deras mengguyur kawasan ini sejak Kamis dan membuat Layanan Cuaca Nasional mengeluarkan peringatan banjir pada siang hari. Seiring intensitas hujan yang meningkat, status peringatan naik menjadi darurat pada Jumat dini hari.
“Peringatan darurat dikeluarkan karena intensitas hujan diperkirakan menimbulkan kerusakan dan korban jiwa,” demikian keterangan dari kantor layanan Cuaca Nasional.
Pukul 05.20 pagi, warga Carefield City mulai melaporkan kenaikan air yang drastis. Dalam waktu hanya 45 menit, air Sungai Guadalupe naik hingga 26 kaki akibat aliran deras dari bukit yang mengalir langsung ke sungai.
Banjir datang ketika masyarakat Texas tengah menikmati akhir pekan panjang. Di Care County, tempat perkemahan pemuda yang ramai dikunjungi, suasana liburan berubah menjadi tragedi. Sebanyak 84 orang, termasuk 27 anak-anak, tewas secara tragis karena banjir datang secara tiba-tiba. Total korban jiwa akibat banjir bandang di Texas tercatat mencapai 104 orang.
Wilayah yang terdampak banjir mencakup Travis, Burnet, Kendal, Tom Green, dan Williamson County. Rumah-rumah terendam, jembatan runtuh, dan akses jalan terputus total. Tim penyelamat bergerak cepat dan berhasil mengevakuasi 850 warga dalam waktu 36 jam dengan bantuan helikopter, drone, dan perahu.
Para pakar iklim menyebut penyebab utama banjir bandang ini adalah kombinasi geografi Texas dan cuaca ekstrem. Tanah kering dan padat di kawasan Texas Hill Country membuat air tidak meresap ke dalam tanah, melainkan mengalir deras di permukaan. Lereng curam di kawasan balcones escarpment mempercepat aliran air menuju sungai.
“Kondisi geografi yang unik berpadu dengan sistem cuaca yang tak bergerak membuat hujan turun terus menerus di titik yang sama. Ini seperti keran raksasa yang dibiarkan terbuka,” jelas seorang ahli klimatologi dari Universitas Texas.
Kurangnya sistem peringatan dini yang efektif juga disebut sebagai penyebab tingginya angka korban jiwa. Meski peringatan telah diberikan, masyarakat menganggapnya belum cukup cepat dan tegas.
Sebelum bencana di Texas terjadi, Presiden Trump juga dihadapkan pada gelombang aksi protes besar-besaran di berbagai kota besar di Amerika Serikat. Protes ini dipicu oleh kebijakan imigrasi yang kontroversial, termasuk penangkapan dan deportasi massal terhadap imigran tanpa dokumen oleh lembaga ICE (Immigration and Customs Enforcement).
Demonstrasi terjadi pada 6 Juni dan bermula dari Los Angeles. Protes kemudian menyebar ke kota-kota besar lain seperti San Francisco, Oakland, Santa Ana, Seattle, Spokane, San Antonio, Austin, Dallas, Houston, Omaha, Chicago, Boston, New York, Philadelphia, dan Washington D.C. Suara protes menggema di seluruh penjuru negeri, menuntut keadilan bagi komunitas imigran.
Di tengah tekanan domestik, Presiden Trump juga menghadapi ancaman dari luar negeri. Organisasi BRICS, yang beranggotakan Rusia, China, India, Brasil, dan Afrika Selatan, terus mendorong pengurangan ketergantungan pada dolar AS dalam perdagangan internasional.
Jika langkah ini berhasil, pengaruh global Amerika melalui dominasi dolar bisa menurun drastis. Negara-negara BRICS akan mendapat manfaat dari stabilitas mata uang masing-masing dan ketahanan ekonomi yang lebih besar, sementara AS bisa menghadapi lonjakan inflasi dan biaya pinjaman.
Tahun 2025 menjadi salah satu tahun terberat dalam sejarah Amerika Serikat. Awal tahun dimulai dengan badai musim dingin ekstrem yang melanda wilayah utara dan bahkan mencapai Florida. Suhu beku dan salju lebat menewaskan 18 orang.
Kebakaran hutan besar juga melahap California, Oklahoma, dan Minnesota, menyebabkan puluhan korban tewas serta kerusakan masif. Pada bulan Maret, lebih dari 100 tornado menghantam bagian tengah dan selatan AS, menewaskan 43 orang. Tornado terus berlanjut hingga Mei dan merusak ribuan rumah di Missouri dan Kentucky, menjadikannya salah satu bencana cuaca termahal tahun ini.
Rio Grande Valley, wilayah lain di Texas, juga dilanda banjir besar yang menyebabkan empat orang tewas dan memicu ratusan operasi penyelamatan.
Deretan bencana ini menempatkan Amerika Serikat dalam kondisi darurat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pemerintahan Trump menghadapi tekanan besar dari dalam dan luar negeri, sementara rakyat Amerika berjuang bertahan di tengah bencana demi bencana yang terus datang silih berganti. ***
Editor : Rizki