JAKARTA, BERITAKITA || Sidang sengketa informasi terkait ijazah Presiden Joko Widodo digelar di Jakarta pada Senin (17/11/2025). Dalam sidang tersebut, kelompok Bongkar Ijazah Jokowi (Bonjowi) menyampaikan evaluasi tajam terhadap sejumlah lembaga negara yang hadir sebagai pihak termohon. Bonjowi menilai beberapa institusi belum menjalankan tanggung jawab keterbukaan informasi secara profesional, terutama dalam penyediaan dokumen yang diminta untuk proses persidangan.
Menurut keterangan anggota Bonjowi, Lukas Luwarso, ketidaksiapan paling terlihat berasal dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia mengatakan bahwa Bonjowi terkejut dengan kualitas administrasi dan respons lembaga pendidikan tinggi tersebut dalam menjawab permintaan informasi. Dalam sidang, Majelis Hakim membuka fakta bahwa UGM pernah mengirimkan surat resmi tanpa kop dan tanpa tanda tangan pejabat berwenang.
“Catatan pada kinerja UGM sungguh sangat mengecewakan,” ujar Lukas. Ia menambahkan bahwa beberapa dokumen standar seperti KHS, KRS, serta salinan ijazah yang seharusnya berada dalam penguasaan UGM justru dinyatakan tidak tersedia. Temuan itu membuat Majelis Hakim menegur langsung perwakilan UGM yang hadir dalam sidang.
Selain itu, Bonjowi juga menyoroti lemahnya pemahaman tim PPID UGM mengenai konsep uji konsekuensi dan kategori dokumen yang dikecualikan. Dalam penilaian Lukas, para pejabat yang hadir tampak tidak siap menjelaskan prosedur penyimpanan dan pengolahan arsip, termasuk saat ditanya mengenai pelaksanaan sosialisasi internal mengenai keterbukaan informasi. Kondisi tersebut dianggap mencerminkan kurangnya manajemen tata kelola dokumen di lingkungan UGM.
Pada bagian lain persidangan, Bonjowi mempersoalkan tindakan UGM yang menyerahkan puluhan halaman berita acara kepolisian dalam keadaan diburamkan atau dihitamkan hampir sepenuhnya. Pihak Bonjowi menilai langkah itu bukan bentuk transparansi, tetapi justru pengaburan informasi. Hal ini menambah panjang daftar catatan terkait kualitas respons UGM terhadap permintaan yang diajukan.
Di luar UGM, Bonjowi menilai KPU Pusat relatif lebih kooperatif meskipun masih mengakui adanya masalah dalam penataan dokumen. Perwakilan KPU menyebut bahwa sebagian arsip yang diminta berada di lokasi penyimpanan yang tersebar dan belum terdata dengan sistematis. Mereka berjanji melakukan pencarian dan konsolidasi internal untuk melengkapi kebutuhan informasi sesuai permintaan pemohon.
Sementara itu, KPU Jakarta menyampaikan perlunya koordinasi lanjutan dengan KPU Pusat untuk memastikan pembagian tugas pengelolaan informasi lebih teratur. Berbeda dengan keduanya, KPU Solo memperoleh banyak catatan negatif karena baru merespons permintaan Bonjowi satu bulan setelah surat diajukan. Dalam sidang, Majelis Hakim juga menyoroti pengakuan bahwa sejumlah dokumen, termasuk salinan ijazah Jokowi, telah dimusnahkan tanpa berita acara resmi dan tidak memenuhi aturan retensi minimal.
Persidangan turut menyinggung aspek koordinasi antara Mabes Polri dan Polda Metro Jaya. Bonjowi menjelaskan bahwa surat permintaan informasi baru diteruskan ke Polda lebih dari satu bulan setelah dikirim ke Mabes Polri. Selain permasalahan alur komunikasi, terdapat pula ketidakkonsistenan pernyataan mengenai keberadaan ijazah Jokowi. Hal ini dipicu oleh penjelasan bahwa dokumen tersebut disegel sebagai barang bukti, sementara dalam waktu hampir bersamaan Presiden Jokowi memperlihatkan ijazah kepada relawan. ***
Editor : Beritakita.click
Sumber Berita: Rilis