Indramayu, BeritaKita — Permasalahan limbah organik yang terus meningkat kini mulai mendapat solusi kreatif dari dunia pendidikan. Dalam Seminar Pendidikan yang digelar di Indramayu, Hertien Koosbandiah Surtikanti dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) memaparkan materi berjudul “Peranan Ekoenzim dalam Integrasi Tri Dharma Perguruan Tinggi dan Green Campus” yang menginspirasi banyak peserta terletak di Blok Sandrem, Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Minggu, 19 Maret 2025.
Hertien menjelaskan, Tri Dharma Perguruan Tinggi yang terdiri atas pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat dapat dijalankan secara nyata melalui kegiatan pelestarian lingkungan. Salah satunya lewat pemanfaatan ekoenzim, cairan hasil fermentasi limbah organik seperti kulit buah dan sayuran dengan gula molase dan air (3:1:10).
“Ekoenzim membuktikan bahwa limbah bisa menjadi sumber kebermanfaatan baru. Dengan bahan sederhana, kita bisa menciptakan solusi alami untuk kebersihan, pertanian, bahkan penjernihan air,” ujar Hertien di hadapan peserta seminar.
Menurutnya, penerapan ekoenzim sangat relevan dengan visi kampus hijau (green campus), karena tidak hanya mengurangi limbah tetapi juga membentuk kesadaran ekologis di kalangan mahasiswa dan dosen. Melalui proses pembuatannya, mahasiswa belajar langsung tentang sains, bioteknologi, dan tanggung jawab sosial terhadap lingkungan.
Lebih lanjut, Hertien menekankan bahwa integrasi ekoenzim dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi bisa dilakukan dalam tiga ranah.
Dalam bidang pendidikan, ekoenzim menjadi media pembelajaran kontekstual yang menghubungkan teori dengan praktik ramah lingkungan.
Dalam penelitian, ekoenzim membuka peluang riset interdisipliner yang inovatif, baik dalam bidang kimia, pertanian, maupun teknologi lingkungan.
Dalam pengabdian kepada masyarakat, ekoenzim dapat menjadi program pemberdayaan, di mana dosen dan mahasiswa melatih warga sekitar untuk mengelola limbah rumah tangga menjadi produk bernilai guna.
“Gerakan ekoenzim ini sejalan dengan semangat keberlanjutan. Melalui kolaborasi antara kampus dan masyarakat, kita bisa menciptakan perubahan nyata bagi lingkungan,” tambah Hertien.
Peserta seminar menyambut baik gagasan tersebut. Banyak yang menilai, inovasi ini sederhana namun membawa dampak luas bagi pengelolaan limbah di tingkat lokal. Beberapa kampus bahkan berencana mengadopsi pembuatan ekoenzim sebagai bagian dari kegiatan eco-project mahasiswa.
Gerakan ini diharapkan menjadi langkah kecil menuju perubahan besar. Ekoenzim bukan hanya hasil fermentasi limbah, tetapi simbol kepedulian, kreativitas, dan tanggung jawab sosial dunia pendidikan terhadap bumi.
Dengan semangat Tri Dharma, perguruan tinggi diharapkan tidak hanya mencetak lulusan cerdas secara akademik, tetapi juga generasi muda yang peduli lingkungan dan siap menjadi agen perubahan menuju Indonesia hijau dan berkelanjutan. ***
Penulis : Dadan Sauman