JAKARTA, BERITAKITA || Dugaan keberadaan bandara yang beroperasi tanpa otoritas negara di kawasan industri Morowali kembali mencuat dan menyita perhatian publik. Temuan ini diungkap oleh Peneliti Indonesia Strategic and Defense Studies (ISDS), Edna Caroline, yang menilai bahwa aktivitas penerbangan di Bandara PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) telah berlangsung tanpa pengawasan negara sejak diresmikan pada 2019.
Edna menjelaskan bahwa persoalan tersebut bukan muncul tiba-tiba, melainkan berkaitan erat dengan isu lama tentang “kebocoran” sektor pertambangan. Menurutnya, problem aktivitas tambang ilegal telah menjadi sorotan sejak Pemilu Presiden 2014. Ia menyatakan bahwa sejak masa kampanye ketika itu, isu kebocoran menjadi perhatian utama dalam konteks pengelolaan sumber daya alam.
Belakangan, Presiden Prabowo Subianto disebut memerintahkan TNI menggelar latihan di beberapa wilayah yang terindikasi memiliki tambang ilegal, termasuk Bangka Belitung dan Morowali. Edna memaparkan bahwa temuan di Morowali menjadi yang paling mengejutkan karena di kawasan seluas sekitar 4.000 hektare tersebut terdapat bandara yang diduga beroperasi tanpa otoritas resmi negara. Ia berkata, “Infonya aparat keamanan saja tuh nggak bisa masuk.”
Menurut Edna, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin turut mengonfirmasi bahwa di bandara tersebut tidak ada kehadiran bea cukai maupun imigrasi. Sebagai kalimat langsung, ia menirukan ucapan Sjafrie: “Nggak boleh ada negara di dalam negara.” Pernyataan ini dinilainya sebagai sinyal kuat bahwa pemerintah menaruh perhatian serius pada keamanan dan kedaulatan wilayah.
Latihan TNI di Morowali disebut merupakan bagian dari operasi Komando Gabungan (Kogab) dengan skenario perebutan pangkalan udara. Namun, Edna menilai bahwa pesan yang disampaikan oleh Menteri Pertahanan jauh lebih penting karena menegaskan kewajiban negara menjaga kedaulatan serta memastikan seluruh aktivitas di kawasan industri berada dalam pengawasan resmi.
Edna juga menyoroti lamanya bandara IMIP beroperasi tanpa keterlibatan aparatur negara. Ia menegaskan bahwa fasilitas yang diresmikan pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo pada 2019 itu telah bertahun-tahun aktif tanpa pengawasan imigrasi, bea cukai, maupun otoritas navigasi udara seperti AirNav. Kondisi ini dinilainya membuka peluang terjadinya pelanggaran dalam keluar masuknya orang maupun barang.
Ia mendesak pemerintah agar segera menempatkan petugas resmi negara di kawasan tersebut. Menurutnya, pengawasan minimal harus mencakup petugas bea cukai, imigrasi, serta otoritas navigasi udara untuk menjamin keamanan, keselamatan, dan kepatuhan terhadap regulasi penerbangan. Edna menekankan bahwa keberadaan bandara tanpa otoritas merupakan ancaman terhadap kedaulatan dan keselamatan penerbangan nasional.
Lebih jauh, Edna mempertanyakan pihak yang pertama kali memberikan izin pengoperasian bandara tersebut dan menilai bahwa hal ini harus menjadi fokus investigasi pemerintah. Ia menambahkan bahwa kawasan IMIP sendiri berkembang pesat sejak berdiri pada 2010 dan semakin diperluas pada masa pemerintahan Jokowi. Temuan tersebut, menurutnya, memperlihatkan adanya potensi pelanggaran yang harus diusut secara tuntas demi kepentingan negara dan kesejahteraan masyarakat. ***
Editor : Beritakita.click
Sumber Berita: Rilis