Indramayu, BeritaKita — Kesadaran menjaga kelestarian lingkungan kini semakin tumbuh di kalangan masyarakat. Upaya ini tidak hanya dilakukan melalui kampanye, tetapi juga lewat inovasi berbasis riset yang lahir dari dunia pendidikan. Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menjadi salah satu pelopor dalam menghadirkan solusi nyata bagi permasalahan lingkungan melalui penelitian mengenai ekoenzim, cairan hasil fermentasi limbah organik yang terbukti memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia dan alam. Pada Minggu, 20 Oktober 2025.
Dalam seminar ilmiah yang digelar di Indramayu, Hertien Koosbandiah Surtikanti, M.Sc., dosen sekaligus peneliti UPI, menjelaskan bahwa ekoenzim merupakan hasil kolaborasi antara ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kepedulian sosial. Ia menegaskan bahwa penelitian ini menjadi bukti nyata bahwa sains dapat diterapkan langsung dalam kehidupan sehari-hari. “Ekoenzim ini bukan hanya hasil fermentasi limbah,” ujar Hertien. “Namun wujud nyata kolaborasi antara sains, pendidikan, dan kepedulian lingkungan.”
Penelitian yang dilakukan UPI mencakup berbagai bidang ilmu, mulai dari biologi, mikrobiologi, kimia lingkungan, hingga agronomi. Dalam kajian biologi dan mikrobiologi, penelitian difokuskan pada proses fermentasi menggunakan mikroorganisme alami. Limbah rumah tangga seperti kulit buah, sisa sayur, dan bahan organik lainnya diolah menjadi cairan kaya enzim yang mampu membantu proses penguraian limbah lain. Dari bahan yang semula tidak bernilai, lahirlah produk ramah lingkungan yang bermanfaat luas.
Dari sisi kimia lingkungan, para peneliti menemukan fakta menarik bahwa ekoenzim dapat menurunkan kadar polutan dalam air limbah rumah tangga. Hertien memaparkan bahwa uji laboratorium menunjukkan penurunan signifikan terhadap bahan kimia berbahaya setelah penambahan ekoenzim. Menurutnya, hasil ini membuka peluang besar bagi masyarakat untuk mengelola limbah cair secara mandiri tanpa bergantung sepenuhnya pada sistem pengolahan konvensional yang membutuhkan biaya tinggi.
Tak hanya berhenti pada penelitian, konsep ekoenzim juga diterapkan dalam dunia pendidikan. Melalui pendekatan Project Based Learning (PjBL), siswa dan mahasiswa diajak terlibat langsung dalam proses pembuatan ekoenzim di sekolah maupun di rumah. Langkah ini tidak hanya mengasah keterampilan ilmiah, tetapi juga menanamkan nilai kepedulian terhadap lingkungan sejak usia muda. “Ketika siswa memahami bahwa sisa buah di rumah bisa menjadi solusi bagi pencemaran,” tutur Hertien, “itu adalah bentuk pendidikan karakter yang sesungguhnya.”
Selain bermanfaat bagi pendidikan, ekoenzim juga berpotensi besar di bidang pertanian. Dalam riset agronomi, cairan hasil fermentasi ini terbukti berfungsi sebagai pupuk organik cair yang mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman. Penggunaan ekoenzim membuat tanaman lebih subur dan tahan terhadap penyakit, sekaligus menekan penggunaan pupuk kimia yang berisiko mencemari tanah dan air. Sejumlah petani yang telah mencoba mengaku hasil panen mereka meningkat dan kualitas tanaman menjadi lebih baik.
Menurut Hertien, keberhasilan riset ini menunjukkan bahwa menjaga lingkungan tidak selalu harus melalui langkah besar. Ia menekankan pentingnya perubahan sederhana yang dimulai dari rumah tangga. “Kita tidak harus menunggu kebijakan besar untuk menjaga bumi,” ucapnya. “Mulailah dari rumah, dari dapur sendiri.”
Ekoenzim menjadi contoh nyata bagaimana ilmu pengetahuan dapat menyentuh kehidupan masyarakat secara langsung. Proses pembuatan yang sederhana, bahan yang mudah diperoleh, serta manfaat yang luas menjadikan inovasi ini layak diterapkan di berbagai lapisan masyarakat. Selain membantu mengurangi volume sampah organik, ekoenzim juga mampu memperbaiki kualitas air, tanah, dan udara di sekitar lingkungan tempat tinggal.
Melalui riset berkelanjutan, UPI terus berupaya memperluas penerapan ekoenzim ke berbagai sektor. Kolaborasi dengan pemerintah daerah, komunitas lingkungan, dan lembaga pendidikan diharapkan mampu mempercepat gerakan hijau di tengah masyarakat. Program edukasi berbasis praktik menjadi strategi utama agar masyarakat tidak hanya tahu manfaat ekoenzim, tetapi juga mampu memproduksinya secara mandiri.
Kini, ekoenzim menjadi simbol inovasi hijau yang lahir dari kampus untuk bumi. Inisiatif sederhana ini membuktikan bahwa perubahan besar dapat dimulai dari langkah kecil, dari rumah, dan dari kesadaran bersama. Dengan memanfaatkan limbah menjadi sesuatu yang bernilai, masyarakat tidak hanya ikut menjaga alam, tetapi juga mewariskan bumi yang lebih sehat bagi generasi mendatang. ***
Penulis : Dadan