Indramayu, BeritaKita – Di tengah meningkatnya tantangan pengelolaan sampah organik dan krisis lingkungan, muncul sebuah inovasi sederhana namun berdampak besar: ekoenzim. Melalui kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM), ekoenzim kini menjadi topik strategis yang tidak hanya menyentuh isu lingkungan, tetapi juga pemberdayaan masyarakat. Pada Minggu, (19/10/2025).
Hal tersebut disampaikan oleh Hertien Koosbandiah Surtikanti, M.Sc., narasumber sekaligus pegiat lingkungan yang aktif menggerakkan edukasi pembuatan ekoenzim di berbagai daerah. Menurutnya, ekoenzim adalah cairan hasil fermentasi dari limbah organik seperti kulit buah dan sayur yang difermentasi dengan gula dan air selama tiga bulan. Meski sederhana, manfaatnya luar biasa.
“Ekoenzim merupakan solusi praktis dalam pengelolaan sampah organik rumah tangga. Dari sesuatu yang sering dianggap tak berguna, kita bisa menciptakan produk multifungsi yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari,” ujar Hertien.
Lebih lanjut, Hertien menjelaskan bahwa ekoenzim memiliki berbagai fungsi, mulai dari pupuk cair alami, pestisida organik, hingga penghilang bau dan pembersih ramah lingkungan. Dengan karakter multifungsi ini, ekoenzim menjadi pilihan tepat dalam mendukung kehidupan berkelanjutan.
Program PkM yang digagas Hertien dan timnya tidak hanya fokus pada aspek lingkungan, tetapi juga pada pemberdayaan masyarakat, terutama kalangan ibu-ibu PKK dan petani urban. Melalui pelatihan pembuatan ekoenzim, masyarakat diajak memahami nilai ekonomi dan ekologis dari pengelolaan sampah rumah tangga.
“Kami ingin masyarakat sadar bahwa menjaga lingkungan bisa dimulai dari dapur sendiri. Dengan ekoenzim, sampah organik yang biasanya dibuang dapat diubah menjadi produk bernilai guna tinggi,” tambahnya.
Kegiatan pengabdian ini telah dilaksanakan di berbagai daerah, seperti Desa Girimekar (Bandung), Purwakarta, dan Garut, di mana ekoenzim dimanfaatkan untuk membantu perbaikan kualitas air di Situ Bagendit. Tak hanya di dalam negeri, kegiatan serupa juga telah menjangkau luar negeri, antara lain Sekolah Indonesia Bangkok dan komunitas masyarakat di Vietnam.
Ekoenzim sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), terutama poin 6 (air bersih dan sanitasi layak), 11 (kota dan permukiman berkelanjutan), 13 (penanganan perubahan iklim), dan 15 (ekosistem daratan). Dengan kata lain, praktik sederhana ini berkontribusi langsung terhadap agenda global menjaga bumi agar tetap lestari.
Inovasi ekoenzim juga membuka peluang riset dan kolaborasi lintas sektor. Kampus, pemerintah daerah, dan komunitas lingkungan didorong untuk mengembangkan sistem produksi ekoenzim skala rumah tangga hingga industri kecil. Jika dilakukan secara masif, ekoenzim bisa menjadi bagian dari solusi pengurangan sampah organik nasional sekaligus meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Melalui semangat PkM ini, pesan yang ingin disampaikan Hertien sangat jelas: setiap individu memiliki peran penting dalam menjaga bumi. Langkah kecil seperti membuat ekoenzim di rumah dapat menjadi kontribusi besar bagi lingkungan dan generasi mendatang.
Ekoenzim bukan sekadar cairan hasil fermentasi — ia adalah simbol perubahan pola pikir dari membuang menjadi memanfaatkan, dari konsumtif menjadi produktif, dan dari acuh menjadi peduli. ***
Penulis : Dadan Sauman