Jakarta, BeritaKita– Film animasi Panji Tengkorak garapan sutradara Daryl Wilson menjadi langkah berani dalam perfilman nasional. Karya ini menghidupkan kembali komik legendaris ciptaan Hans Jaladara yang pertama kali terbit pada 1968 melalui medium animasi dua dimensi (2D).
Film ini hadir untuk menjangkau generasi Z Indonesia yang selama ini jarang disuguhi film silat dalam format animasi. Daryl Wilson menyebut bahwa keputusan menggunakan gaya animasi 2D berpadu dengan matte painting merupakan pilihan sadar untuk menjaga nuansa klasik komik aslinya.
“Kami ingin mempertahankan goresan tangan yang ekspresif agar penonton merasakan kedinamisan komik Hans Jaladara, sekaligus memberi ruang untuk adegan pertarungan yang keras dan lugas,” ujar Daryl Wilson.
Berbeda dengan tren film animasi modern yang menggabungkan gaya 3D dan 2D seperti Spider-Man: Into the Spider-Verse atau Kpop Demon Hunters, Panji Tengkorak memilih tetap konsisten dengan tampilan 2D. Keputusan ini memberikan atmosfer kelam dan mistis, lengkap dengan latar sinematik yang diciptakan lewat teknik matte painting.
Gaya visual yang menonjol ini diiringi penyajian cerita yang sarat emosi. Karakter utama Panji Tengkorak, disuarakan oleh Denny Sumargo, digambarkan sebagai pendekar penuh luka batin yang dihantui masa lalu.
“Suara serak dan berat Denny Sumargo benar-benar membawa kedalaman emosional pada karakter Panji,” kata Daryl.
Panji Tengkorak hidup dalam kutukan abadi akibat menjual jiwanya demi membalas dendam. Penyesalannya kian dalam setelah istrinya, Murni, yang disuarakan Aisha Nurra Datau, terbunuh secara tragis. Monolog dalam kilas balik memperlihatkan pergolakan batin Panji yang terus berusaha menyeimbangkan sisi pahlawan dan sisi gelap dalam dirinya.
Kekerasan yang ditampilkan secara eksplisit membuat film ini lebih cocok dinikmati oleh penonton berusia 21 tahun ke atas. Namun, kedalaman narasi dan kualitas animasi menjadikannya berbeda dari film animasi lain, baik lokal maupun internasional. ***
Editor : Redaksi