Kota Bekasi, BeritaKita–Kota Bekasi dinilai memiliki potensi besar di bidang seni, meski belum sepenuhnya mendapat perhatian yang layak. Hal ini diungkapkan Ketua Forum Seniman Bekasi (FSB), Yeksa Sarkeh Candra, dalam program AsMEN Talk bersama Cak Nur, baru-baru ini.
Menurut Yeksa, Bekasi tidak memiliki kekayaan alam seperti gunung atau laut. “Kekayaan utama Bekasi adalah manusianya,” ujarnya. Oleh karena itu, pembangunan sumber daya manusia melalui seni menjadi sangat penting.
Ia mengakui, perkembangan seni di Bekasi belum sepesat kota lain. Sanggar tari dan komunitas seni rupa memang cukup banyak, namun kegiatan apresiasi seni masih minim. “Pameran lukisan, misalnya, paling hanya satu kali dalam setahun. Kalau FSB tidak membuat acara, hampir tidak ada yang menyelenggarakan,” katanya.
FSB, lanjut Yeksa, telah memiliki program FSB Goes to Campus untuk menggelar workshop seni di universitas. Namun, kegiatan serupa untuk tingkat SMA belum berjalan. Pihaknya berharap dukungan sponsor agar rencana membuat workshop mural dalam tiga bulan ke depan bisa terwujud.
Yeksa juga menyoroti peran pemerintah daerah yang menurutnya masih memposisikan seni budaya sebagai prioritas kelas dua atau tiga. Anggaran lebih banyak terserap untuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. “Sejak berdiri pada 2017, FSB belum pernah mendapat anggaran dari Pemerintah Kota Bekasi,” ungkapnya.
Ia mendorong adanya jadwal event seni tahunan yang jelas, seperti pameran lukis, pertunjukan tari, dan teater, yang dibiayai pemerintah. Yeksa menilai hal ini penting agar kehidupan seni di Bekasi lebih bergairah dan menjadi wadah ekspresi seniman lokal.
Terkait sarana publik, ia mengapresiasi pembangunan alun-alun dan Plaza Patriot Candrabaga. Namun, Yeksa menilai titik-titik kumpul tersebut belum dilengkapi karya seni yang bisa menjadi identitas kota. Ia juga menyoroti birokrasi rumit dalam penggunaan gedung kesenian dan Bekasi Creative Center yang membuat banyak pelaku seni enggan memanfaatkannya.
FSB, kata Yeksa, juga terlibat dalam pelestarian kearifan lokal. Mereka telah meriset dan memiliki Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) untuk desain ornamen pagar “Langkan Bekasi” yang kini digunakan di beberapa bangunan pemerintah. Namun, ia mengakui seni tradisional di Bekasi, seperti wayang golek dan angklung, sudah jarang ditemui. Tari tradisional menjadi satu-satunya yang masih relatif bertahan.
Yeksa berharap pemerintah lebih serius menjaga warisan budaya, salah satunya dengan menghidupkan kembali Kampung Keranggan sebagai pusat seni tradisional. “Keranggan sangat pas untuk pelestarian budaya, tapi ini bergantung pada kemauan pengambil kebijakan,” ujarnya.
Ia memiliki visi lima tahun ke depan menjadikan Bekasi sebagai “kota event” yang rutin menggelar kegiatan besar, baik seni maupun olahraga, sehingga memberi peluang ekonomi bagi seniman lokal. “Apapun eventnya, pembukanya bisa diisi seniman lokal Bekasi. Itu akan menggerakkan ekonomi kreatif,” kata Yeksa.
Kepada generasi muda, Yeksa berpesan untuk tetap mencintai seni di tengah derasnya arus digitalisasi. “Seni membuat kita lebih halus, mengasah rasa, dan menjauhkan dari sikap keras atau konflik. Kalau saling mengenal melalui seni, kita akan terhindar dari tawuran,” pungkasnya. ***
Editor : Redaksi