Teheran, BeritaKita — Ketegangan di Timur Tengah kembali memuncak setelah Iran mengeluarkan pernyataan keras yang menandai kesiapan negara itu untuk menghadapi Israel dalam konfrontasi militer berskala besar. Meski gencatan senjata sempat diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, situasi di lapangan menunjukkan dinamika yang justru semakin panas.
Kondisi ini menjadi sorotan dunia internasional ketika Iran mengindikasikan kesiapan penuh untuk menghadapi serangan dari Israel. Seorang pejabat tinggi Iran menegaskan bahwa jika konflik meletus, maka “perang berikutnya akan menjadi perang terakhir melawan Israel”.
“Ini bukan sekadar retorika,” ujarnya. “Kami bisa meluncurkan ratusan rudal ke Israel setiap hari jika gencatan senjata dilanggar.” Pejabat itu juga mengklaim bahwa Iran telah memetakan titik-titik paling rapuh dalam sistem pertahanan Israel dan siap menghantam sasaran vital tersebut secara presisi.
Ancaman itu diperkuat oleh pernyataan Brigadir Jenderal Abol Fazl Shekarchi, juru bicara Angkatan Bersenjata Iran. Ia menyatakan bahwa Iran saat ini berada dalam kondisi paling siap menghadapi agresi.
“Jika Israel terus menyerang, kami akan membalas dengan kekuatan yang tidak bisa dibendung, bahkan oleh sekutu-sekutu mereka sekalipun,” tegasnya.
Langkah Iran ini muncul di tengah meningkatnya aktivitas militer Amerika Serikat dan Israel di kawasan. Diduga, Israel dan AS telah lebih dulu mengerahkan kekuatan besar di Timur Tengah, termasuk kedatangan Jenderal Michael Kurilla dari US Central Command ke Tel Aviv untuk bertemu Kepala Staf Israel, Herzi Halevi. Kunjungan ini dianggap sebagai sinyal awal dimulainya operasi militer baru.
Sementara itu, kelompok militan Houthi di Yaman turut meningkatkan eskalasi dengan meluncurkan rudal hipersonik “Palestine-2” ke arah Bandara Ben Gurion di Israel. Serangan tersebut ditujukan untuk menghambat suplai senjata dari AS ke Israel. Kabar yang belum terverifikasi juga menyebut adanya pesawat kargo berisi persenjataan yang sempat mendarat di bandara tersebut.
Situasi ini semakin menguatkan kecurigaan Iran bahwa mereka tengah dijadikan sasaran dalam rencana konfrontasi besar oleh Israel dan Amerika Serikat.
“Kami tidak tinggal diam,” ujar salah satu pejabat senior di Kementerian Pertahanan Iran. “Negara kami sedang mengevaluasi ulang strategi pencegahan, memperkuat jaringan pertahanan, dan menyusun rencana jangka panjang untuk menghadapi ancaman nyata.”
Sejumlah analis menyebut gencatan senjata justru memberi ruang bagi Iran untuk mempersiapkan doktrin militer dan persenjataan baru. Media Iran melaporkan bahwa mereka sedang mengembangkan rudal hipersonik generasi terbaru seperti Fattah dan Kheibar Shekan, serta memperkuat pertahanan udara.
Bahkan, laporan dari media pemerintah Iran menyebut negara itu telah menyusun skenario perang yang diperkirakan mampu berlangsung selama dua hingga enam bulan penuh, termasuk skema perang laut asimetris dan serangan siber.
Iran juga disebut tengah menjajaki pembelian sistem pertahanan udara S-400 dan jet tempur Su-35 dari Rusia untuk menghadapi ancaman udara yang makin kompleks. Selain itu, sejumlah pihak menduga bahwa Iran tidak hanya fokus pada rudal konvensional, tetapi juga kemungkinan mengembangkan senjata nuklir.
Isyarat ini makin jelas ketika beberapa pejabat Iran berbicara mengenai kesiapan menghadapi “perang akhir” yang ditujukan untuk menghancurkan dominasi Israel di kawasan.
“Jika situasi menuntut, kami siap menggunakan semua kekuatan strategis kami, termasuk opsi nuklir, jika diperlukan,” demikian disampaikan oleh salah satu analis kebijakan luar negeri Iran.
Respons dunia internasional pun mulai terlihat. Pakistan memberi sinyal akan campur tangan jika Iran diserang. Korea Utara juga disebut-sebut siap membantu jika sekutu Iran di Timur Tengah kembali menjadi sasaran agresi. Rusia yang selama ini menjalin kerja sama strategis dengan Iran, termasuk dalam penyediaan sistem pertahanan dan teknologi drone, diperkirakan tidak akan tinggal diam. Begitu pula Cina yang selama ini memiliki hubungan erat dengan Teheran.
Kendati belum ada pernyataan resmi dari Rusia maupun Cina, sinyal bahwa perang ini bisa berkembang menjadi konflik global semakin terasa. Di sisi lain, sejumlah pengamat menilai bahwa Iran tak akan memulai serangan, kecuali diprovokasi lebih dulu.
Menurut para pengamat, menyalahkan Iran secara sepihak atas meningkatnya ketegangan tidaklah adil. Apalagi banyak tindakan militer Iran selama ini merupakan respons terhadap agresi Israel.
“Selama ini, aksi-aksi Iran adalah bentuk balasan, bukan inisiasi,” ungkap seorang pakar militer di Teheran.
Sementara perhatian tertuju pada Iran, pertanyaan besar juga muncul mengenai kekuatan senjata Israel sendiri. Banyak pihak meyakini Israel memiliki senjata nuklir yang sewaktu-waktu bisa memicu eskalasi konflik ke tingkat yang lebih menghancurkan.
Dengan dinamika yang terus berkembang dan kekuatan militer besar sudah bergerak di kawasan, dunia kini dihadapkan pada potensi konflik besar yang tidak hanya melibatkan Israel dan Iran, tetapi juga kekuatan global lainnya. Ketegangan ini menjadi ujian bagi stabilitas politik internasional sekaligus pertaruhan atas perdamaian dunia yang kian rapuh. ***
Editor : Rizki