Jakarta, Berita Kita – Pada Sabtu pagi (10/5), kualitas udara di DKI Jakarta tercatat berada di peringkat kesembilan sebagai kota dengan udara paling buruk di dunia, menurut data dari situs pemantau kualitas udara IQAir.
Mengapa Jakarta masuk dalam daftar ini? Berdasarkan pemantauan pada pukul 07.00 WIB, Indeks Kualitas Udara (Air Quality Index/AQI) di Jakarta mencapai angka 113. Angka ini masuk dalam kategori “tidak sehat untuk kelompok sensitif”, terutama disebabkan oleh tingginya konsentrasi partikel halus PM2.5 yang tercatat sebesar 43,4 mikrogram per meter kubik.
Siapa saja kota lain yang masuk dalam daftar ini? Jakarta berada di bawah Delhi (India) yang menduduki peringkat pertama dengan AQI 231, disusul Lahore (Pakistan) di posisi kedua dengan AQI 206, Kinshasa (Kongo) di urutan ketiga dengan AQI 174, dan Kampala (Uganda) di urutan keempat dengan AQI 155.
Apa respons pemerintah daerah? Menanggapi kondisi ini, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menyatakan akan memperkuat sistem pemantauan kualitas udara dengan menambah jumlah Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU). Saat ini, Jakarta memiliki 111 SPKU yang tersebar di berbagai titik.
Bagaimana rencana implementasinya? DLH menyebut akan mengadopsi praktik dari kota-kota besar seperti Paris dan Bangkok yang lebih dahulu sukses mengelola polusi udara melalui pengawasan ketat dan teknologi pemantauan canggih.
“Ke depan Pemprov DKI Jakarta bakal menambah jumlah SPKU sehingga intervensi bisa dilaksanakan lebih cepat dan akurat,” ujar perwakilan DLH DKI Jakarta.
Kapan perubahan ini akan dilakukan? Meskipun belum disebutkan jadwal pasti, peningkatan jumlah SPKU ini direncanakan menjadi program prioritas dalam waktu dekat guna memperbaiki kualitas udara dan kesehatan publik.
Di mana saja SPKU baru akan dibangun? DLH masih mengkaji wilayah-wilayah dengan konsentrasi polusi tertinggi agar pembangunan SPKU tepat sasaran dan efektif dalam memberikan data real time kepada masyarakat. ***
(Redaksi)
Editor : Rizki
Sumber Berita: Rilis