Jakarta, Berita Kita – Ibukota Indonesia, Jakarta, menempati posisi ke-11 dalam daftar kota dengan kualitas udara terburuk di dunia pada Sabtu pagi, menurut data dari situs pemantauan kualitas udara IQAir.
Pada pukul 05.45 WIB, indeks kualitas udara (Air Quality Index/AQI) di Jakarta tercatat sebesar 114. Angka ini menempatkan kualitas udara Jakarta dalam kategori “tidak sehat bagi kelompok sensitif”, dengan konsentrasi partikel halus PM2.5 yang cukup tinggi.
Sebagai perbandingan, posisi teratas dalam daftar tersebut diisi oleh Lahore, Pakistan, dengan indeks mencapai 171. Diikuti oleh Kota Kuwait, Kuwait, yang mencatat AQI sebesar 160. Di peringkat ketiga terdapat Chengdu, China dengan nilai 158, sedangkan posisi keempat ditempati Dubai, Uni Emirat Arab, dengan indeks 153.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH), terus berupaya mengatasi permasalahan polusi udara yang semakin mengkhawatirkan. Salah satu langkah strategis yang dilakukan adalah menambah jumlah Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) secara bertahap.
“Belajar dari kota lain, Bangkok memiliki 1.000 Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU), Paris memiliki 400 SPKU. Jakarta saat ini memiliki 111 SPKU dari sebelumnya hanya 5 unit. Ke depan kita akan menambah jumlahnya agar bisa melakukan intervensi yang lebih cepat dan akurat,” ujar Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, di Jakarta, Selasa (18/3).
Asep menegaskan bahwa keterbukaan data menjadi bagian penting dari strategi perbaikan kualitas udara. Menurutnya, penyampaian informasi mengenai tingkat polusi harus lebih transparan agar langkah penanganan bisa dilakukan secara efektif dan tepat sasaran.
Ia juga menyampaikan bahwa solusi jangka pendek tidak cukup untuk mengatasi pencemaran udara yang kompleks. Diperlukan tindakan berkelanjutan dan menyeluruh guna menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi warga Jakarta.
Sebagai bagian dari upaya tersebut, DLH DKI Jakarta menargetkan pemasangan 1.000 sensor kualitas udara berbiaya rendah (low-cost sensors) yang dapat memberikan cakupan pemantauan yang lebih luas dan data yang lebih akurat. Langkah ini diharapkan mampu mendukung pengambilan kebijakan berbasis data yang lebih responsif dan efisien. ***
(Redaksi)
Editor : Rizki
Sumber Berita: Rilis