Padeglang, BeritaKita—-Di pelosok Kampung Cegog, Kabupaten Pandeglang, Banten, kehidupan para pelajar dan guru masih diwarnai perjuangan berat setiap hari. Sebuah video yang beredar di media sosial memperlihatkan bagaimana mereka harus menyeberangi sungai berarus deras hanya untuk sampai ke sekolah. Pemandangan ini menggugah hati banyak orang yang melihatnya.
Perjalanan menuju sekolah tidak semudah yang dibayangkan. Setiap pagi, para pelajar menapaki jalan tanah yang licin sebelum tiba di tepi sungai yang menjadi satu-satunya jalur penghubung antarwilayah. Tanpa jembatan yang layak, mereka terpaksa menyeberangi sungai sambil menggenggam tangan satu sama lain agar tidak terbawa arus.
Guru-guru yang mengabdikan diri di daerah itu pun menghadapi tantangan serupa. Mereka harus menempuh perjalanan yang berisiko tinggi demi memastikan kegiatan belajar mengajar tetap berlangsung. Semangat untuk mencerdaskan anak bangsa menjadi satu-satunya alasan kuat bagi mereka untuk terus bertahan.
Warga setempat menyampaikan bahwa jembatan penghubung di kawasan tersebut telah hanyut terbawa arus sejak Oktober 2024. Bencana itu terjadi akibat curah hujan tinggi yang membuat debit air sungai meningkat secara drastis. Sejak saat itu, akses warga menjadi terputus dan belum ada tanda-tanda perbaikan.
Sudah lebih dari satu tahun lamanya masyarakat menunggu perhatian dari pihak berwenang. Mereka berharap adanya langkah nyata dari pemerintah daerah maupun pusat untuk membangun kembali jembatan yang rusak tersebut. Hingga kini, harapan itu masih tertahan di antara derasnya arus sungai yang terus mengalir.
Video yang menyoroti perjuangan para pelajar dan guru itu menyebar cepat di berbagai platform media sosial. Banyak netizen yang merasa prihatin dan mengungkapkan rasa simpati atas kondisi yang dialami masyarakat Kampung Cegog. Unggahan tersebut pun menjadi viral dan mengundang gelombang dukungan moral dari berbagai kalangan.
Kehadiran video itu menjadi bukti nyata bahwa masih ada daerah di Indonesia yang belum tersentuh pembangunan memadai. Dalam era modern seperti sekarang, akses pendidikan seharusnya dapat dinikmati dengan aman dan layak oleh setiap anak, tanpa harus mempertaruhkan keselamatan jiwa.
Langkah satu-satunya cara agar anak-anak tetap bisa pergi ke sekolah adalah bergotong royong. Membuat jembatan yang terbuat dari seutas bambu, untuk menyebrangi anak-anak sekolah antar desa tersebut. Usaha yang diniatkan akan menunjukkan betapa kuatnya semangat pendidikan di tengah keterbatasan.
Pemerintah daerah diharapkan segera turun tangan memberikan solusi konkret atas persoalan ini. Pembangunan kembali jembatan penghubung sangat dibutuhkan agar aktivitas warga dapat kembali berjalan normal. Tidak hanya demi kelancaran pendidikan, tetapi juga untuk keselamatan seluruh masyarakat di wilayah itu.
Kisah perjuangan di Kampung Cegog menjadi pengingat bahwa akses pendidikan bukan sekadar soal ruang kelas dan buku pelajaran. Ia juga menyangkut infrastruktur yang layak dan perhatian serius dari pihak berwenang. Selama belum ada langkah nyata, para pelajar di sana akan terus berjuang menyeberangi sungai demi menjemput masa depan. ***
Penulis : Rizki