Jakarta, BeritaKita–Sutradara dan penulis skenario ternama Joko Anwar kembali menggarap genre komedi setelah dua dekade melalui film terbarunya “Ghost in The Cell” atau “Hantu di Penjara”. Film yang diproduksi Come and See Pictures ini menandai kepulangan Anwar ke akar kreatifnya dalam genre komedi horor.
Konsep Cerita yang Unik
Joko Anwar mengungkapkan bahwa ide film ini berawal dari pengalamannya bersama tim yang telah mengerjakan berbagai film horor seperti “Pengabdi Setan” dan “Perempuan Tanah Jahanam”. “Saya kepikiran di mana tempat yang kalau misalnya ada hantu kita tidak bisa kabur. Sama seperti sebagian kita jadi WNI kan susah mau kabur kalau ada masalah,” ujar Anwar menjelaskan konsep dasar filmnya.
Film ini berkisah tentang penjara yang dihuni para narapidana yang divonis bersalah dan tidak cocok untuk masyarakat. Mereka terjebak dalam sebuah tempat tertutup dan saling bermusuhan. Namun ketika hantu muncul di penjara tersebut, para narapidana harus bekerja sama untuk bertahan hidup.
Tantangan Produksi Berskala Besar
Produser Come and See Pictures, Tia Hasibuan, menjelaskan bahwa “Ghost in The Cell” merupakan proyek paling menantang yang pernah dikerjakan perusahaan produksi tersebut. “Tantangannya adalah karena ini genre horor komedi di mana itu adalah dua genre yang kontras. Kita harus membangun suasana yang gelap dan menegangkan, tapi di saat bersamaan juga menjaga timing dan energi yang presisi untuk sisi komedinya,” kata Hasibuan.
Dari segi produksi, film ini memiliki skala yang cukup besar karena seluruh set penjara dibangun khusus. Tim produksi membangun berbagai fasilitas mulai dari gerbang utama, tempat narapidana, sel dengan berbagai ukuran, dapur, toilet, tempat ibadah, hingga lapangan.
Ensemble Cast Lintas Negara
Salah satu keunikan film ini adalah pemilihan pemain yang tidak hanya berasal dari Indonesia, tetapi juga Malaysia. Joko Anwar menjelaskan kriteria pemilihan pemainnya: “Kita mengumpulkan aktor yang punya kemampuan, skill yang sangat tinggi. Dan akhirnya yang terlibat adalah mereka yang merupakan showcase bukan cuma Indonesia tapi dari Southeast Asia.”
Para pemain film ini antara lain Lukman Sardi, Aming, Tora Sudiro, Kiki Narendra, Morgan Oey, Andy Panca, Dewa Dayana, Abimana Aryasatya, dan aktor Malaysia seperti Yuhang dan Brown Palarae.
Open Casting Media Sosial
Film ini juga menerapkan metode open casting melalui media sosial untuk mencari talenta baru. Salah satu yang terpilih adalah Magistus Miftah, seorang trader berusia 24 tahun asal Jakarta. “Dari sekitar 700 video yang masuk, Miftah yang paling menonjol karena memiliki kemampuan acting yang luar biasa dan energi serta presence di depan kamera yang natural namun absurd,” ungkap Joko Anwar.
Miftah mengaku masih tidak percaya bisa terpilih dan bermain bersama nama-nama besar perfilman Indonesia. “Prosesnya cepat banget, dari upload video langsung dikabarin hari itu juga, dan hari Selasa udah ada di studio production house,” cerita Miftah.
Pendekatan Sutradara yang Humanis
Para pemain memuji pendekatan Joko Anwar dalam mengarahkan film ini. Abimana Aryasatya yang telah beberapa kali bekerja sama dengan Anwar mengatakan: “Mau Joko bikin film apapun, kalau dia summon saya, saya pasti datang. Dia selalu memberikan PR di awal, jadi kita tidak perlu bertanya, tinggal baca skenario dan lakukan tugas kita.”
Proses syuting yang dilakukan hanya 6-8 jam per hari menciptakan suasana kerja yang kondusif dan menyenangkan bagi seluruh kru dan pemain.
Kolaborasi Regional
Kehadiran pemain dan sutradara Malaysia seperti Brown Palarae menunjukkan komitmen film ini sebagai showcase regional Asia Tenggara. “I feel like part of the family,” ungkap Palarae tentang pengalamannya bekerja dalam produksi Indonesia ini.
Film “Ghost in The Cell” dijadwalkan tayang pada tahun 2026 dan diharapkan dapat menjadi tonggak baru dalam industri perfilman regional Asia Tenggara yang menggabungkan talenta lintas negara dalam satu karya berkualitas tinggi. ***
Penulis : Rizki