Jakarta, Berita Kita — Momen kebersamaan Presiden Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDI Perjuangan sekaligus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri dalam Upacara Hari Lahir Pancasila di Gedung Pancasila, Jakarta, dinilai sebagai wujud sikap kenegarawanan dari kedua pemimpin nasional itu.
Penilaian tersebut disampaikan oleh Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan Said Abdullah. Ia menyebut bahwa hubungan antara Prabowo dan Megawati telah terjalin lama, terlebih dalam hal-hal strategis yang menyangkut kepentingan negara.
“Hubungan keduanya terajut dengan baik sejak lama, baik dalam konteks politik, apalagi dalam urusan strategis menyangkut ideologi negara Pancasila,” ujar Said dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (2/6).
Keakraban itu juga tercermin dalam kunjungan silaturahmi Presiden Prabowo ke kediaman Megawati di kawasan Menteng, Jakarta, yang berlangsung pada Senin malam, 7 April lalu. Menurut Said, pertemuan itu merupakan bentuk penghormatan kepada para tokoh bangsa yang telah berjasa bagi negara.
Ia menilai bahwa semangat penghormatan yang ditunjukkan Prabowo akan menjadi aset penting dalam menjaga stabilitas politik dan mendorong agenda pembangunan nasional di masa mendatang.
Said juga menyoroti bagaimana dalam pidato resmi saat memimpin Upacara Hari Lahir Pancasila, Presiden Prabowo secara khusus menyebut nama Megawati sebelum menyapa tokoh-tokoh lainnya.
“Sangat terlihat Presiden Prabowo memberi tempat terhormat kepada Ibu Mega, baik selaku Presiden Kelima RI maupun sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP. Saya kira ini melampaui hubungan urusan pragmatis politik,” tuturnya.
Dalam pidato tersebut, Prabowo juga menekankan pentingnya persatuan nasional untuk menghadapi berbagai tantangan kebangsaan yang kompleks. Said mengatakan bahwa Megawati menyambut positif gagasan tersebut, karena sejalan dengan komitmen bersama menjaga keutuhan bangsa.
Lebih jauh, Said memandang hubungan baik antara Megawati dan Prabowo sebagai kelanjutan dari tradisi para pemimpin bangsa terdahulu, yang tetap menjaga silaturahmi meski memiliki perbedaan pandangan politik.
Ia mencontohkan bagaimana para tokoh masa lalu tetap menjalin hubungan yang baik meskipun berseberangan secara ideologis. Salah satunya adalah saat Buya Hamka memimpin salat jenazah Presiden Soekarno, kendati keduanya sempat bersilang pendapat dalam dunia politik.
“Kita juga teringat bagaimana Buya Hamka menjadi imam salat jenazah Presiden Soekarno, padahal hubungan mereka berdua cukup keras dalam soal politik,” imbuh Ketua Badan Anggaran DPR RI itu.
Menurut Said, kesamaan nilai nasionalisme yang dimiliki Prabowo dan Megawati menjadikan keduanya memiliki kedekatan batiniah, terutama menyangkut tanggung jawab sejarah dan masa depan bangsa.
“Hal-hal seperti ini hanya bisa dimaknai dan dipahami oleh mereka yang memang sudah zuhud dalam berbangsa dan bernegara sehingga cara pandang kita tidak semata politik lahiriah yang cenderung naik turun dan dinamis,” ucapnya.
Dalam pelaksanaan upacara yang berlangsung khidmat tersebut, Megawati hadir dan berdiri bersebelahan dengan Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sebelum upacara dimulai. Keakraban mereka juga terlihat dalam interaksi santai di ruang tunggu Gedung Pancasila.
Pada salah satu momen, Presiden Prabowo sempat berkelakar kepada Megawati yang duduk di hadapannya. “Ibu agak kurus, Bu. Waduh, luar biasa. Ibu kurus. Diet Ibu berhasil,” ucap Prabowo disambut respons Megawati, “Oh iya, diet kurus itu,” katanya sambil tersenyum.
Kehangatan itu menandai hubungan yang bukan hanya bersifat formal, melainkan juga mencerminkan nilai-nilai saling menghormati dan kedekatan personal di antara dua tokoh penting dalam sejarah politik Indonesia. ***
Editor : Rizki
Sumber Berita: Rilis