Wonogiri, BeritaKita—-Berjalan menyusuri jalan-jalan kampung di wilayah Wonogiri, Jawa Tengah, seolah membawa kita ke masa lampau yang penuh kedamaian dan kearifan lokal. Deretan rumah-rumah tradisional dengan arsitektur khas menyambut pandangan mata. Salah satu yang paling mencuri perhatian adalah bentuk rumah Joglo — rumah adat masyarakat Jawa yang tak hanya unik dari segi bentuk, tetapi juga sarat makna filosofis dan nilai sosial. Senin, 6 Oktober 2025.
Rumah Joglo dikenal dengan bentuk atapnya yang menjulang tinggi berbentuk limasan dan ditopang oleh tiang-tiang kayu besar, biasanya terbuat dari jati. Di balik keanggunan struktur bangunannya, tersimpan filosofi yang mendalam tentang tatanan hidup masyarakat Jawa.
Joglo secara tradisional digunakan sebagai rumah para bangsawan atau orang terpandang. Namun, kini rumah Joglo tak lagi semata-mata simbol status, melainkan juga warisan budaya yang dijaga keberadaannya oleh masyarakat pedesaan di Jawa, termasuk di Wonogiri.
Ketika berkunjung ke rumah salah satu kerabat di desa ini, pemandangan pertama yang terlihat adalah pekarangan rumah yang luas, dipenuhi tanaman sayuran, pohon kelapa, dan palawija yang ditanam rapi. Rumah Joglo berdiri anggun di tengah lingkungan yang asri dan sejuk. Udara terasa segar, jauh dari hiruk-pikuk kota. Warga yang ditemui pun menyambut dengan senyum ramah, khas keramahan orang Jawa.
Menurut Mbah Seri (63), salah satu tokoh masyarakat setempat, rumah Joglo dibangun tidak hanya untuk tempat tinggal, tapi juga sebagai simbol tata nilai. Ruangan di dalamnya dibagi menjadi beberapa bagian, masing-masing dengan fungsi sosial dan makna filosofis tersendiri.
“Ruang depan atau pendopo itu tempat menerima tamu dan acara adat. Saka guru — empat tiang utama — melambangkan kekuatan dan keselarasan hidup. Semua ada artinya,” jelasnya.
Selain struktur bangunan, nilai-nilai sosial masyarakat Jawa juga tercermin dari pola hidup mereka. Gotong royong masih menjadi budaya yang kuat, terlihat dari cara warga saling membantu dalam bertani, membangun rumah, hingga menggelar acara hajata.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat juga menjunjung tinggi unggah-ungguh (tata krama) dan sopan santun. Bahasa yang digunakan pun menunjukkan tingkat penghormatan, mulai dari bahasa Jawa halus hingga ngoko, tergantung pada siapa lawan bicaranya.
“Anak-anak di sini dari kecil diajarkan untuk hormat sama orang tua, saling bantu tetangga, dan menjaga kelestarian alam,” tambah Bu Marni (58), warga lainnya.
Keberadaan rumah Joglo dan kehidupan sosial masyarakat Jawa seperti yang terlihat di Wonogiri ini menjadi bukti bahwa tradisi dan budaya masih hidup dan dijaga dengan baik. Di tengah arus modernisasi, mereka tetap mempertahankan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan turun-temurun.
Tak hanya sebagai peninggalan sejarah, rumah Joglo dan adat masyarakat Jawa menjadi inspirasi penting bagi generasi muda bahwa kemajuan bisa diraih tanpa melupakan akar budaya sendiri. ***
Penulis : Dadan