Jakarta, Berita Kita – Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan bahwa pemerintah tidak memiliki niat sedikit pun untuk menghapus peristiwa bersejarah Kongres Perempuan 1928 dari narasi sejarah nasional Indonesia. Penegasan tersebut disampaikannya dalam merespons kekhawatiran publik terkait revisi penulisan sejarah yang tengah disusun oleh pemerintah.
Pernyataan itu disampaikan Fadli Zon saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin (tanggal sesuai konteks). Dalam keterangannya, ia membantah kabar yang menyebut adanya upaya penghilangan peran perempuan dalam sejarah.
“Misalnya tadi ada yang disampaikan ada upaya untuk menghilangkan kongres perempuan. Padahal justru kita ingin memperkuat adanya keterlibatan perempuan di dalam sejarahnya itu,” ujarnya.
Penegasan tersebut menjadi respons atas beredarnya informasi menyesatkan yang menyebutkan bahwa pemerintah akan menghapus catatan sejarah Kongres Perempuan 1928. Ia menyebut kabar tersebut sebagai hoaks yang tidak berdasar.
Pemerintah, melalui Kementerian Kebudayaan, tengah menyusun penulisan sejarah nasional dari perspektif yang lebih berimbang dan menyeluruh, dengan pendekatan Indonesia-sentris. Upaya ini merupakan bagian dari revisi besar terhadap narasi sejarah yang selama ini dinilai masih sarat dengan bias kolonial.
Fadli Zon memandang sejarah sebagai medium penting dalam membentuk identitas bangsa, memperkuat nilai-nilai politik yang baik, dan menggambarkan perjuangan kolektif rakyat Indonesia dari masa ke masa. Ia juga menjelaskan urgensi dari proyek penulisan sejarah nasional yang ditargetkan rampung pada tahun 2025.
“Urgensi penulisan sejarah 2025, antara lain menghapus bias kolonial dan menegaskan perspektif Indonesia-Sentris, menjawab tantangan kekinian dan globalisasi, membentuk identitas nasional yang kuat; menegaskan otonomi sejarah/sejarah otonom; relevansi untuk generasi muda, dan reinventing Indonesian identity atau menemukan kembali jati diri Indonesia,” katanya.
Rencana besar ini akan dituangkan dalam sepuluh jilid buku sejarah Indonesia, mulai dari masa awal Nusantara, interaksi dengan bangsa asing seperti India, China, dan Timur Tengah, hingga perkembangan politik dan sosial dalam era modern. Setiap jilid akan menampilkan gambaran besar perjalanan bangsa secara tematik dan kronologis.
Fadli Zon menambahkan bahwa naskah sejarah ini tidak akan mengulas secara mendetail setiap peristiwa, melainkan menyajikan garis besar dari berbagai aspek penting sejarah Indonesia.
“Kita tidak bisa menuliskan sejarah secara detail dan isi buku ini hanyalah garis besar. Karena sejarah ini mencakup banyak bidang, tentu isi buku ini tidak bisa mencakup secara detail. Tetapi yang ingin kita mulai, yaitu perspektif Indonesia atau Indonesia sentris,” tegasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa Indonesia telah absen dari penyusunan sejarah nasional selama lebih dari dua dekade. Saat ini, proses penulisan telah mencapai sekitar 70 persen, dan pemerintah berencana membuka ruang diskusi publik dengan melibatkan para ahli dari berbagai bidang sebagai bagian dari uji publik.
Langkah ini diharapkan dapat menghasilkan karya sejarah yang inklusif, representatif, dan relevan bagi seluruh generasi bangsa Indonesia. ***
Editor : Rizki
Sumber Berita: Rilis