Indramayu, BeritaKita — Hukum memiliki kedudukan penting dalam kehidupan bernegara. Ia menjadi fondasi yang menjaga ketertiban, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks Indonesia, hukum tidak hanya dimaknai sebagai seperangkat aturan tertulis, tetapi juga sebagai panduan moral yang berakar pada nilai-nilai Pancasila. Senin, (27/10).
Pandangan tersebut ditegaskan oleh Prof. Dr. Mukti Fajar Nur Dewata, S.H., M.Hum., dalam karyanya berjudul “Hidup Bernegara Hukum.” Ia menjelaskan bahwa hukum memiliki dimensi moral yang harus dijaga agar dapat membimbing masyarakat menuju kehidupan yang berkeadilan. “Hukum tidak semata-mata bersifat mengikat, tetapi harus menuntun manusia untuk hidup adil dan sejahtera,” ujarnya.
Pancasila menjadi sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Seluruh peraturan perundang-undangan wajib disusun berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Prinsip ini memastikan bahwa setiap kebijakan negara sejalan dengan cita-cita keadilan sosial, kemanusiaan, dan persatuan bangsa.
Nilai-nilai luhur dalam sila kedua dan sila kelima Pancasila menegaskan pentingnya kemanusiaan yang adil dan beradab serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kedua sila tersebut menjadi dasar bagi pembentukan hukum nasional yang berpihak kepada rakyat dan menolak segala bentuk ketidakadilan.
Dalam pandangan sejarah pemikiran hukum, terbentuknya negara berawal dari konsep kontrak sosial. Gagasan ini dikemukakan oleh para filsuf dunia seperti Jean-Jacques Rousseau dan John Locke. Mereka berpendapat bahwa negara lahir dari kesepakatan rakyat untuk hidup bersama demi kebaikan bersama.
Di Indonesia, gagasan kontrak sosial itu diwujudkan dalam bentuk Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kesepakatan tersebut menjadi legitimasi kekuasaan negara yang berlandaskan pada kehendak rakyat. Pemerintah diberi mandat oleh rakyat untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara demi tercapainya kesejahteraan bersama.
Sebagai negara hukum atau Rechtsstaat, Indonesia menegaskan bahwa segala kekuasaan harus dijalankan berdasarkan hukum, bukan atas dasar kehendak individu atau kelompok. Prinsip ini menjadi ciri khas negara demokratis yang menempatkan hukum sebagai pelindung keadilan dan kebebasan warga negara.
Selain itu, Indonesia juga menerapkan konsep welfare state atau negara kesejahteraan. Dalam konsep ini, hukum tidak hanya berfungsi sebagai alat pengatur dan penegak sanksi, tetapi juga sebagai sarana untuk melindungi rakyat dan meningkatkan kesejahteraan umum. Hal ini tercermin dalam Pasal 33 dan 34 UUD 1945 yang mengamanatkan tanggung jawab negara terhadap kesejahteraan sosial.
Meski demikian, perjalanan menuju penegakan hukum yang bersih dan adil masih menghadapi tantangan besar. Fenomena korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, serta lemahnya budaya hukum masyarakat menjadi hambatan yang nyata. Prof. Mukti Fajar menilai bahwa pembenahan sistem hukum harus dilakukan secara menyeluruh. Ia menegaskan, “Integritas lembaga hukum adalah kunci utama dalam menciptakan keadilan yang hakiki.”
Selain memperkuat lembaga hukum, penanaman nilai-nilai Pancasila juga menjadi kebutuhan mendesak. Nilai kemanusiaan, keadilan, dan gotong royong perlu dihidupkan kembali dalam setiap lapisan masyarakat. Dengan demikian, penerapan hukum tidak hanya menjadi kewajiban negara, tetapi juga menjadi tanggung jawab moral seluruh warga bangsa.
Di tengah arus globalisasi dan perkembangan teknologi, hukum nasional dituntut untuk beradaptasi terhadap perubahan zaman. Isu hak asasi manusia, ekonomi digital, dan perlindungan lingkungan menjadi tantangan baru dalam sistem hukum Indonesia. Namun, dalam setiap perubahan itu, Pancasila tetap harus menjadi landasan moral dan identitas hukum bangsa.
Hukum yang hidup dalam masyarakat harus berpijak pada nilai-nilai Pancasila agar tidak kehilangan arah dan jiwa keindonesiaan. Dengan menempatkan Pancasila sebagai pedoman utama, setiap warga negara diharapkan dapat memahami hak serta kewajibannya, dan bersama-sama membangun kehidupan bernegara yang adil, manusiawi, dan sejahtera. ***
Penulis : Dadan