GARUT, BERITAKITA || Kesadaran baru tumbuh di Kabupaten Garut mengenai pentingnya kemandirian pakan ternak lokal. Setelah mendapat perhatian langsung dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, pemerintah daerah kini mulai menata langkah untuk membangun pabrik silase dan pakan ternak sendiri. Langkah ini dinilai krusial untuk menekan biaya produksi sekaligus meningkatkan kesejahteraan peternak.
Bupati Garut, Abdusy Syakur Amin, mengungkapkan bahwa teguran Mendagri tersebut bukan sekadar kritik, tetapi pemicu untuk melihat persoalan lama yang selama ini dianggap wajar. Tito Karnavian disebut menyoroti tingginya harga daging ayam di Garut dibandingkan daerah lain. Padahal, Garut merupakan salah satu penopang utama produksi jagung di Jawa Barat.
“Kita menyumbang hampir 43 persen produksi jagung Jawa Barat, tetapi ironisnya peternak kita membeli pakan dari luar daerah dengan harga mahal. Ini harus menjadi evaluasi bersama,” ujar.
Selama bertahun-tahun, para petani di Garut menjual jagung dalam bentuk pipilan ke pihak luar karena minimnya fasilitas pengolahan lokal. Jagung tersebut kemudian diolah menjadi pakan ternak di daerah lain, sebelum akhirnya dijual kembali ke Garut dengan margin harga yang cukup signifikan.
Situasi ini membuat rantai ekonomi Garut berjalan tidak efisien. Petani tidak mendapat nilai tambah dari hasil panennya, dan peternak menanggung harga pakan yang tinggi. Padahal, dalam industri ayam pedaging maupun petelur, pakan menempati porsi terbesar dari biaya produksi.
Munculnya dorongan untuk membangun pabrik silase dan pakan ternak disambut baik oleh banyak pihak, termasuk kelompok tani dan pengusaha peternakan. Mereka menilai kehadiran pabrik lokal akan memangkas biaya produksi hingga 20–30 persen, sekaligus membuka lapangan kerja baru bagi warga setempat.
Selain keuntungan ekonomi, pabrik silase juga memberi manfaat ekologis. Pengolahan pakan dalam bentuk fermentasi membuat hasil jagung lebih tahan lama, mengurangi risiko gagal simpan dan kerusakan pascapanen yang selama ini menjadi kendala petani.
Sejumlah akademisi dan pelaku industri peternakan juga menyampaikan dukungan untuk membantu pemerintah daerah dalam hal pendampingan teknis, analisis kelayakan, hingga pelatihan pengolahan pakan.
Dari sisi peternak, rencana pembangunan pabrik ini membawa harapan besar. Biaya pakan yang selama ini terlalu tinggi kerap membuat mereka bekerja tanpa margin keuntungan yang memadai. Beberapa peternak bahkan terpaksa mengurangi jumlah ternak akibat fluktuasi harga.
“Kalau Garut punya pabrik sendiri, kami bisa lebih stabil. Selama ini pakan jadi beban terbesar,” ungkap Dede, seorang peternak ayam pedaging di Kecamatan Bayongbong.
Pemerintah Kabupaten Garut menyatakan akan segera menindaklanjuti arahan Mendagri dengan menyiapkan kajian, lokasi, serta skema investasi yang memungkinkan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan kelompok tani. Targetnya, Garut tidak hanya menjadi produsen jagung terbesar di Jawa Barat, tetapi juga mampu mengolah produksinya secara mandiri.
“Tujuan akhirnya adalah kemandirian dan kesejahteraan masyarakat Garut. Teguran Mendagri menjadi pemantik agar kita berbenah lebih cepat,” kata Syakur.
Jika rencana ini terwujud, Garut dapat menjadi contoh daerah yang berhasil membangun industri berbasis potensi lokal—mulai dari petani, peternak, hingga pelaku usaha kecil yang saling terhubung dalam rantai ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan. ***
Penulis : Dadan