JAKARTA, BERITAKITA || Aroma dugaan praktik KKN kembali menyeruak dalam proyek rehabilitasi ruang kantor Suku Dinas Sumber Daya Air Jakarta Pusat yang tengah berlangsung di Jalan Tanah Abang I, Blok D Lantai 7. Pekerjaan yang dialokasikan pada Tahun Anggaran 2025 ini menjadi perhatian publik setelah muncul informasi mengenai keterlibatan pihak internal. Sejumlah sumber lapangan mengemukakan bahwa pelaksanaan proyek diduga tidak sepenuhnya dilakukan penyedia resmi. Salah satu narasumber menjelaskan bahwa pola pengerjaan memperlihatkan indikasi penggunaan bendera perusahaan oleh pihak tertentu. Ia menilai dugaan tersebut semakin tajam seiring temuan di lapangan yang tidak wajar.
Menurut narasumber berinisial TG, pengerjaan fisik proyek diduga dikendalikan keluarga Kepala Suku Dinas SDA Jakarta Pusat. Ia menyebut bahwa pelaksana menggunakan nama PT Nata Bangun Prima hanya sebagai identitas formal proyek. TG menyampaikan dugaan itu sebagai hasil pengamatan terhadap struktur kerja yang tampak dikuasai orang-orang dekat pejabat terkait. Sumber tersebut mengungkapkan bahwa pola semacam ini pernah muncul pada proyek lain sebelumnya. “Pelaksanaan tampak tidak dikelola pihak penyedia asli,” ujar TG dalam keterangannya.
Sementara itu, pekerja lapangan berinisial SF mengaku setiap hari melihat dominasi tenaga internal yang mengatur mekanisme proyek. Ia menyampaikan bahwa pihak penyedia hanya terlihat meminjamkan bendera untuk memenuhi syarat administrasi. SF menggambarkan bahwa pekerjaan utama dikendalikan oleh pihak yang menurutnya memiliki hubungan personal dengan pejabat struktural. Pernyataan tersebut ia sampaikan setelah beberapa kali ditemui awak media saat bertugas di lokasi. “Perusahaan hanya menerima fee, semua kendali ada di orang dalam,” ucap SF secara terpisah.
Keanehan lain ditemukan pada papan informasi proyek yang tidak mencantumkan nilai anggaran dan tanggal kontrak. Kondisi ini memicu kritik lantaran elemen tersebut merupakan bagian wajib dalam prinsip transparansi publik. Jurnalis Sahala yang melakukan peninjauan menyatakan bahwa kelalaian itu menunjukkan lemahnya pengawasan teknis di lapangan. Ia menilai sikap pembiaran dari pihak PPTK maupun konsultan pengawas menghadirkan tanda tanya mengenai integritas pengendalian mutu. Dalam penilaiannya, papan proyek yang tidak lengkap adalah indikasi ketidakteraturan. “Terlihat jelas kejanggalannya karena tidak ada yang melakukan koreksi,” kata Sahala.
Dari sektor masyarakat sipil, LSM Jalak melalui Koordinator Investigasi M. Syahroni menyatakan pihaknya sedang mengumpulkan data pendukung. Syahroni menerangkan bahwa timnya telah melakukan komunikasi awal dengan Inspektorat Jakarta Pusat untuk mendorong proses klarifikasi resmi. Ia menambahkan bahwa Jalak juga membuka jalur koordinasi dengan aparat penegak hukum apabila ditemukan bukti permulaan yang cukup. Pernyataan itu ia sampaikan untuk mempertegas komitmen pengawasan publik terhadap proses pengadaan pemerintah. “Kami sedang menyiapkan berkas dan dokumentasi lengkap,” ungkap Syahroni.
Dari aspek regulasi, data LPJK menyebut PT Nata Bangun Prima berkualifikasi usaha menengah. Namun berdasarkan Peraturan LKPP Nomor 11 Tahun 2021, paket dengan pagu di bawah Rp15 miliar seharusnya dialokasikan kepada penyedia berkualifikasi kecil. Pagu proyek rehabilitasi ruang kantor ini tercatat sebesar Rp1,93 miliar sesuai Rencana Umum Pengadaan. Kondisi tersebut memunculkan dugaan ketidaksesuaian dalam proses penetapan penyedia. Dalam ranah pengadaan pemerintah, penentuan kualifikasi yang tepat merupakan bagian penting dari prinsip keadilan dan akuntabilitas.
Upaya klarifikasi kepada pihak Sudin SDA Jakarta Pusat hingga kini belum membuahkan hasil bagi awak media. Kepala Suku Dinas SDA Jakarta Pusat, Adrian Mara Maulana, belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan tersebut. Beberapa kali permintaan wawancara yang diajukan jurnalis belum direspons secara terbuka oleh yang bersangkutan. Sikap yang sama tampak dari Kasi Pemeliharaan SDA Jakarta Pusat, Citrin Indriati, yang tidak memberikan kesempatan klarifikasi langsung. Kondisi ini menambah panjang daftar ketidakterjawaban atas isu yang tengah menjadi perhatian publik. ***
Editor : Redaksi
Sumber Berita: Rilis