Jakarta, BeritaKita —– Perkumpulan Wartawan Fast Respon Nusantara (PW FRN) Counter Polri kembali menegaskan sikap tegas terhadap siapa pun yang menyalahgunakan atau memodifikasi logo resmi organisasi.
Ketua Umum PW FRN, Agus Flores, menekankan bahwa pihaknya sudah menetapkan ketentuan sanksi berupa denda royalti sebesar Rp5 juta per hari bagi pihak yang terbukti menggunakan logo tanpa izin.
Menurut Agus, ketentuan tersebut berlaku baik untuk tindakan yang dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja. Aturan ini dimaksudkan agar marwah organisasi tetap terjaga dan hak cipta yang sah tetap dihormati.
Ia menjelaskan bahwa dasar penegakan aturan ini berlandaskan hukum. Logo resmi PW FRN telah terdaftar secara sah di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.
“Logo FRN sudah tercatat resmi di DJKI. Jadi tidak ada alasan bagi siapa pun untuk mengutak-atiknya,” tegas Agus Flores.
Ketua Umum PW FRN itu mengungkapkan adanya pelanggaran yang telah berlangsung cukup lama. Berdasarkan catatan organisasi, logo mereka sudah disalahgunakan selama 67 hari berturut-turut.
Agus menyampaikan bahwa nilai denda royalti akibat pelanggaran tersebut telah mencapai angka Rp330 juta. Ia menegaskan perhitungan ini bukan ancaman semata, melainkan bentuk penegakan aturan.
“Sampai hari ini sudah 67 hari mereka utak-atik logo. Itu berarti total denda royalty yang harus dibayarkan sebesar Rp330 juta,” ucapnya dengan nada serius.
PW FRN menilai penegakan sanksi tersebut penting untuk menjaga identitas organisasi. Logo bukan hanya sekadar simbol grafis, melainkan bagian dari jati diri lembaga yang telah lama berkiprah di dunia jurnalistik dan sosial.
Agus menambahkan bahwa kehormatan organisasi harus dijaga bersama, sebab FRN telah berperan aktif dalam menjalin sinergi dengan aparat penegak hukum, khususnya Polri.
Pihaknya menegaskan, langkah ini juga merupakan wujud komitmen organisasi dalam menegakkan aturan, sekaligus bentuk edukasi hukum kepada masyarakat luas.
Agus mengatakan bahwa penggunaan logo tanpa izin berpotensi menimbulkan dampak negatif, baik bagi citra organisasi maupun kepercayaan publik terhadap independensi wartawan yang tergabung di FRN.
“Perlindungan logo tidak hanya menyangkut aspek simbol, tetapi juga menyangkut identitas serta kehormatan organisasi,” ujarnya.
PW FRN juga mengimbau semua pihak untuk lebih menghargai karya intelektual. Hal ini mencakup logo, nama organisasi, serta seluruh atribut resmi yang melekat pada lembaga tersebut.
Menurut Agus, kesadaran akan pentingnya hak cipta masih harus terus ditanamkan. Ia berharap kasus pelanggaran serupa tidak terulang di kemudian hari.
PW FRN menegaskan bahwa pihaknya tidak anti kritik maupun masukan, tetapi setiap bentuk penyampaian pendapat harus dilakukan dengan cara yang benar tanpa melanggar hak cipta dan aturan hukum.
Agus menyebutkan, pihaknya tetap membuka ruang dialog bagi siapa pun yang ingin menggunakan atribut resmi FRN, asalkan melalui mekanisme izin yang sah.
Dengan sikap tegas ini, PW FRN ingin memastikan bahwa organisasi wartawan tersebut tetap berdiri kokoh dengan identitasnya sendiri. Mereka menolak keras segala bentuk tindakan yang merendahkan, melecehkan, atau merusak simbol yang telah dilindungi secara hukum.
Agus menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa ketentuan sanksi ini bukan sekadar aturan internal, melainkan pesan moral agar seluruh pihak belajar menghargai karya orang lain.
PW FRN berkomitmen untuk terus menjalankan fungsi sosial, jurnalistik, dan kemitraan dengan aparat hukum, tanpa pernah mengabaikan prinsip penghormatan terhadap hak cipta dan identitas organisasi. ***
Penulis : Redaksi