Wonogiri, BeritaKita—-Di wilayah perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur, tepatnya di Kecamatan Kismantoro, Kabupaten Wonogiri, terjadi akulturasi budaya yang harmonis antara dua provinsi. Salah satu bentuk seni yang tetap lestari di tengah masyarakat dan menjadi simbol kebanggaan adalah Reog Ponorogo, sebuah seni pertunjukan tradisional yang berasal dari Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, namun juga hidup dan tumbuh subur di daerah perbatasan seperti Kismantoro.
Reog Ponorogo bukan sekadar tontonan. Ia adalah perwujudan nilai-nilai luhur, simbol keberanian, kekuatan, dan spiritualitas. Pertunjukan ini biasanya dibawakan dalam berbagai acara penting seperti hajatan, peringatan hari besar, hingga perayaan hari kemerdekaan. Kesenian ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.
Pertunjukan Reog Ponorogo biasanya menampilkan barongan atau singa barong, sosok kepala singa besar dengan hiasan bulu merak yang menjulang tinggi. Barongan ini ditopang oleh seorang penari pria yang disebut warok, yang memiliki kekuatan luar biasa untuk menahan beban topeng yang beratnya bisa mencapai 50 kg lebih, hanya dengan kekuatan gigi.
Selain barongan, dalam Reog juga hadir tokoh-tokoh lain seperti Jathil (penari kuda lumping), Bujang Ganong (penari jenaka), serta prajurit-prajurit yang mengiringi alur cerita. Iringan gamelan khas Reog dengan tabuhan kendang, gong, dan angklung membuat suasana pertunjukan semakin hidup dan magis.
Menurut salah satu tokoh budaya di Kismantoro, Bapak Yatman(50), Reog tidak hanya menghibur, tetapi juga menjadi media pendidikan karakter. “Dalam Reog ada ajaran tentang kepemimpinan, keberanian, hingga kesetiaan terhadap tanah air. Itu sebabnya kesenian ini tidak pernah kehilangan tempat di hati masyarakat,” jelasnya.
Meski zaman terus berkembang, masyarakat di perbatasan Kismantoro dan Ponorogo tetap menjaga kelestarian Reog. Para pemuda dilibatkan dalam sanggar-sanggar seni, dilatih untuk menjadi penari, penabuh gamelan, hingga pembuat kostum. Dengan begitu, regenerasi pelaku seni tetap berjalan, dan tradisi tidak punah tergerus modernisasi.
Pemerintah daerah pun turut mendukung pelestarian ini dengan mengadakan festival seni budaya setiap tahun, di mana Reog menjadi salah satu pertunjukan utama. Bahkan, beberapa kelompok Reog di Kismantoro sudah sering diundang tampil di luar kota, hingga luar negeri, membawa harum nama daerah.
Kehadiran Reog Ponorogo di wilayah perbatasan ini menjadi bukti bahwa seni bisa menjadi jembatan budaya, mempererat persaudaraan, dan menjadi cermin identitas bangsa. Di tengah kemajuan zaman, warisan budaya seperti Reog layak dijaga dan dilestarikan, bukan hanya karena nilai seninya, tetapi juga karena pesan-pesan kehidupan yang dikandungnya. ***
Penulis : Dadan