Jakarta, Berita Kita – Nilai tukar rupiah dibuka menguat tipis terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada awal perdagangan Senin (2/6), didorong oleh sentimen global terkait kebijakan tarif impor logam oleh Presiden AS, Donald Trump.
Penguatan rupiah terjadi setelah Trump menyampaikan rencana penggandaan tarif impor terhadap baja dan aluminium. Kebijakan tersebut dinilai sebagai upaya untuk memperkuat industri dalam negeri AS yang dinilai masih rentan terhadap praktik perdagangan luar negeri.
“Rupiah diperkirakan akan menguat terhadap dolar AS yang kembali tertekan oleh sentimen negatif seputar tarif menyusul ancaman Trump pada aluminium dan baja,” ujar analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, kepada ANTARA di Jakarta, Senin.
Presiden Trump pada Jumat (30/5) mengumumkan kenaikan tajam tarif impor dua komoditas logam itu dari semula 25 persen menjadi 50 persen. Langkah ini diklaim sebagai strategi untuk menutup celah yang selama ini digunakan oleh para pesaing asing guna menghindari beban tarif.
Dalam pernyataannya di hadapan pelaku industri baja AS, Trump menyatakan bahwa tarif 25 persen dinilai belum cukup untuk melindungi sektor tersebut secara optimal. Dengan menaikkan tarif menjadi 50 persen, Trump optimistis tidak akan ada lagi celah bagi produk asing masuk tanpa hambatan.
Di dalam negeri, pergerakan rupiah turut dipengaruhi oleh data ekonomi yang masih menunjukkan tekanan. Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia berada di posisi 47,4, angka yang mencerminkan kontraksi karena berada di bawah level 50.
“Angka PMI manufaktur Indonesia berada di 47,4. Hal ini mengindikasikan sentimen di sektor manufacturing yang menurun, baik oleh permintaan domestik yang masih lemah, maupun kekhawatiran seputar tarif,” jelas Lukman.
Pada perdagangan pagi di pasar spot Jakarta, nilai tukar rupiah tercatat menguat sebesar dua poin atau 0,01 persen menjadi Rp16.325 per dolar AS dibandingkan posisi sebelumnya di Rp16.327 per dolar AS. Penguatan ini menunjukkan adanya respons positif pelaku pasar terhadap dinamika kebijakan global yang tengah berlangsung. ***
Editor : Rizki
Sumber Berita: Rilis