Jakarta, Berita Kita – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengungkapkan bahwa Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri telah memberikan peringatan serius mengenai potensi penyalahgunaan dalam penerapan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
Pernyataan tersebut disampaikan Mahfud pada Selasa, 13 Mei 2025. Dalam kesempatan itu, Mahfud menyoroti proses legislasi yang lamban di DPR, meskipun pemerintah telah berulang kali mengajukan RUU ini secara resmi.
“Makanya saya teriak-teriak di DPR, ‘Kalau Anda mau, disahkan dong ini RUU Perampasan Aset.’ Lalu ada yang bilang, ‘Ya pemerintah serius ndak? Kalau serius ajukan ke DPR.’ Lho, kan sudah tinggal disahkan,” ujar Mahfud.
Menurut Mahfud, pemerintah sempat mengirimkan surat presiden pada April atau Mei 2023 untuk mendorong pengesahan RUU ini. Namun, ia menilai respons dari DPR masih belum menunjukkan keseriusan. “Tapi enggak mau lagi, entah alasannya apa,” lanjutnya.
Mahfud juga menyinggung adanya kemungkinan pengaruh politik dalam penundaan pembahasan. Ia mengungkapkan contoh pernyataan Ketua Komisi III DPR saat itu, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul, yang menurut Mahfud bersifat satir. “Mungkin secara gurauan, mungkin diwakili oleh Pak Bambang Pacul, ‘Kalau pemerintah mau jangan ke kami. Kami ini kan korea,’ ‘ke sana,’ gitu,” ucap Mahfud menirukan.
Di tengah dinamika politik tersebut, Mahfud menyatakan dirinya sempat berdiskusi langsung dengan Megawati Soekarnoputri. Dalam pembicaraan itu, Megawati mendukung pentingnya regulasi perampasan aset demi memberantas korupsi, namun ia mengingatkan agar pelaksanaan undang-undang tersebut diawasi secara ketat untuk mencegah penyimpangan oleh aparat.
“Terus saya ketemu dengan Bu Megawati, bicara saya. Alasannya masuk akal, meskipun itu bukan satu-satunya alasan. ‘Pak Mahfud,’ kata Bu Mega, ‘kami setuju tuh Undang-Undang Perampasan Aset, bagus,’” tutur Mahfud. “‘Tapi kalau sekarang itu diberlakukan, itu akan terjadi korupsi lebih besar karena polisi dan jaksa itu bisa menggunakan undang-undang itu untuk memeras orang agar asetnya tidak disita, diberi surat bersih tapi bayar sekian.’ Dan itu betul, bisa terjadi,” sambungnya.
Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto juga telah secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap RUU Perampasan Aset. Dalam pidatonya saat peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di Monumen Nasional, Jakarta, Kamis 1 Mei 2025, Prabowo menegaskan tekadnya untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi melalui regulasi tersebut.
“Saudara-saudara, dalam rangka juga pemberantasan korupsi, saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Saya mendukung,” kata Prabowo di hadapan ribuan peserta aksi.
Namun, meskipun mendapat dukungan dari presiden, proses pembahasan RUU ini masih belum menunjukkan kemajuan berarti di parlemen. Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, menjelaskan bahwa RUU Perampasan Aset akan dibahas setelah revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diselesaikan. Menurutnya, pengaturan mengenai perampasan aset sebaiknya dimasukkan terlebih dahulu dalam KUHAP agar tidak menimbulkan potensi penyalahgunaan.
“Seluruh pidana intinya di KUHAP. KUHAP ini nanti yang mengatur bagaimana tentang perampasan aset ini,” ujar Adies yang juga merupakan politisi Partai Golkar.
Ia menegaskan bahwa meskipun masih dalam proses, semangat DPR sejalan dengan komitmen pemerintah. Komisi yang bertanggung jawab pun diminta untuk segera menyelesaikan pembahasan yang masih tertunda agar pembentukan UU Perampasan Aset dapat segera diwujudkan secara komprehensif dan akuntabel. ***
(Redaksi)
Editor : Rizki
Sumber Berita: Rilis