Jakarta, BeritaKita — Polemik seputar keberadaan Refuse Derived Fuel (RDF) Plant di Rorotan, Jakarta Utara, kembali memanas. Sejumlah warga dari berbagai kluster perumahan di sekitar fasilitas tersebut menyatakan penolakan dan berencana menggelar aksi unjuk rasa. Mereka menuntut agar RDF Rorotan ditutup karena menimbulkan bau tidak sedap dan mengganggu kenyamanan llingkungan. Selasa, (4/11/2024).
Menanggapi hal itu, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengakui adanya dua persoalan utama yang menjadi akar keluhan masyarakat. Pertama, permasalahan pengangkutan sampah yang belum tertata dengan baik. Kedua, bau menyengat yang muncul akibat sampah yang belum sempat diolah di area RDF.
“Jadi RDF Rorotan sebenarnya permasalahannya bukan di RDF-nya. Karena secara teknis, kita sudah melakukan commissioning hingga 1.000–1.200 ton per hari. Saya akui secara jujur, problemnya ada di pengangkutan dan pengelolaan sampahnya,” ujar Pramono di Jakarta Pusat, Senin (3/10).
Pramono menambahkan, berdasarkan aturan teknis, sampah yang dikirim ke RDF seharusnya hanya ditampung maksimal dua hingga lima hari sebelum diolah menjadi bahan bakar alternatif. Namun dalam praktiknya, keterlambatan pengangkutan dan penumpukan sampah mentah menyebabkan timbulnya bau menyengat yang mencemari udara di sekitar Rorotan.
“Saya sudah instruksikan Dinas Lingkungan Hidup untuk segera memperbaiki manajemen pengangkutan dan memastikan tidak ada lagi penumpukan sampah dalam jangka waktu lama. Dalam waktu dekat saya juga akan meninjau langsung fasilitas RDF Rorotan untuk melihat kondisi sebenarnya di lapangan,” kata Pramono.
RDF Plant Rorotan sejatinya dibangun sebagai solusi jangka panjang dalam mengurangi ketergantungan Jakarta terhadap Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi. Fasilitas ini mampu mengolah sampah menjadi bahan bakar alternatif yang bisa dimanfaatkan industri semen dan pembangkit listrik, sekaligus mengurangi volume sampah hingga 80 persen.
Namun, bagi warga sekitar, manfaat itu belum terasa. “Kami tidak menolak teknologi pengolahan sampah, tapi kami menolak bau dan pencemaran yang terjadi. Anak-anak kami jadi sering batuk, dan udara jadi tidak sehat,” ujar Lina, salah satu warga Rorotan, saat ditemui wartawan, Senin sore.
Pakar lingkungan dari Universitas Indonesia, Dr. Yudi Santosa, menilai penolakan warga harus dijadikan momentum untuk memperbaiki sistem pengelolaan sampah di Jakarta. “RDF adalah teknologi ramah lingkungan, tetapi penerapannya harus disertai tata kelola yang benar, mulai dari logistik, penyortiran, hingga pengendalian bau. Jika itu diperbaiki, konflik sosial bisa dihindari,” jelasnya.
Pemprov DKI Jakarta kini berupaya mencari titik tengah antara kebutuhan pengelolaan sampah berkelanjutan dan kenyamanan warga. Pramono menegaskan bahwa RDF Rorotan tidak akan ditutup, namun akan ditingkatkan kualitas operasionalnya agar lebih ramah lingkungan dan transparan dalam pengelolaannya.
“Yang penting masyarakat harus tahu bahwa RDF ini bukan tempat pembuangan, melainkan tempat pengolahan. Kita akan benahi semua aspek agar warga tidak lagi terganggu,” tegas Pramono.
Penulis : Dadan